(ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Mantan Sekjen Partai Golkar yang juga mantan Menteri Sosial Idrus Marham mengaku tidak pernah membicarakan proyek PLTU Riau-1 dengan Dirut PLN nonaktif Sofyan Basir.

“Tidak, sama sekali saya tidak bicara. Tentu terkait Pak Sofyan, saya menjelaskan bahwa ada pertemuan, saya jelaskan apa adanya. Bahwa saya ketemu dengan Pak Sofyan itu adalah bicara masalah politik, masalah kehidupan kebangsaan, bicara tentang bagaimana tentang keumatan,” kata Idrus usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/5).

KPK pada Rabu memeriksa Idrus sebagai saksi untuk tersangka Sofyan dalam penyidikan kasus tindak pidana korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Selain itu, kata dia, juga membicarakan dengan Sofyan bagaimana tentang program Kementerian Sosial di daerah perbatasan, 41 kabupaten/kota, dan juga “corporate social responsibility” (CSR) pemuda masjid.

Untuk diketahui, Idrus merupakan terdakwa dalam kasus suap proyek PLTU Riau-1. Idrus pada 23 April 2019 sudah divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan karena terbukti menerima suap bersama-sama dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih.

Atas vonis itu, baik KPK maupun Idrus telah mengajukan banding.

Terkait banding yang diajukannya, Idrus mengaku tidak khawatir jika hukumannya malah diperberat dan menyerahkannya kepada Allah SWT.

“Jadi masalah berat dan tidak saya serahkan kepada yang Maha Kuasa, kalau ada apa-apa ya sudah terserah kepada Allah. Jadi, saya percaya Allah akan mengambil langkah yang lebih baik buat saya, apapun,” ucap Idrus.

Sementara itu terkait pemeriksaan Idrus, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan penyidik mendalami peran Idrus dalam kesepakatan kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

“Kami dalam apa yang ia ketahui tentang kesepakatan awal dalam kontrak kerja sama PLTU Riau-1 karena Idrus juga punya peran yang lain di mana peran-peran tersebut juga sudah kami uraikan pada perkara yang bersangkutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,” ucap Febri.

Pada awalnya, pengurusan PLTU Riau-1 dilakukan Eni Saragih dengan melaporkan ke Setya Novanto, namun setelah Novanto ditahan KPK dalam kasus KTP-e, Eni Maulani melaporkan perkembangan proyek PLTU Riau-1 ke Idrus Marham.

Idrus melakukan komunikasi dengan Eni Saragih, dalam komunikasi tersebut, terdakwa selaku penanggung jawab Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar mengarahkan Eni Maulani Saragih selaku bendahara untuk meminta uang sejumlah 2,5 juta dolar AS kepada pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo guna keperluan Munaslub Partai Golkar tahun 2017.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan