Semarang, Aktual.com – Sebanyak 140 prajurit Skadron 31 Serbu Semarang yang bergabung dengan Satgas Helikopter TNI dari kontingen Garuda XXXVII-A akhirnya pulang ke Tanah Air, setelah 18 bulan turut serta mengamankan Republik Mali, Afrika Barat.

Proses penyambutan terhadap para prajurit Penerbad itu dilakukan di Markas Penerbad Semarang kompleks Bandara Internasional Ahmad Yani, Rabu (23/11).

Komandan Pusat Pendidikan Penerbad Semarang Kolonel Cpn Suprapto mengapresiasi dan bangga atas prajuritnya mengamankan perdamaian dunia dengan menjaga keamanan di Mali.

“Dari pasukan perdamaian PBB yang melibatkan prajurit helikopter hanya ini saja, saya berharap dengan kemampuan mereka saat ini mampu terbang di langit yang berdebu. Ke depan harus bisa membantu pengamanan daerah lainnya di Indonesia,” ujar dia.

Menurutnya, kemampuan para prajurit dari Skadron 31 Serbu saat ini meningkat drastis, lantaran telah mengantongi 1.200 jam terbang setelah menjaga di negara lereng Pegunungan Sahara selam kurang lebih setahun.

Terlebih lagi, menurutnya, banyak daerah di Indonesia yang punya medan nyaris mirip dengan Mali. Daerah-daerah yang dimaksud ialah Papua, Kupang NTT, Maumere dan kota lainnya di Timur Indonesia.

“Papua Kupang dan Maumere banyak yang berdebu. Pada prinsipnya, kalau kita terbang sesuai standart pasti bisa menjaga keselamatan diri sendiri dimanapun berada.”

Sementara, Mayor Korp Penerbad Semarang Yakti Raharjo mengatakan mampu menjalankan semua tugas yang diemban selama berada di Mali. Prestasi ini baginya mengingat Mali yang berada di lereng Sahara dikenal punya cuaca sangat ekstrem.

“Kita jaga semua wilayah Mali termasuk penjagaan transportasi bagi warga setempat, pengamanan persediaan logistik hingga mendukung tugas operasi SAR and Rescue dan Combat Rescue. Kita selalu siap siaga 24 jam penuh,” akunya.

Kata dia, bertahan hidup di Mali memang tak mudah. Pasalnya posisinya yang ada di lingkar Pegunungan Sahara membuat kesannya cukup terjal. Anomali cuaca di negara berpenduduk 17 juta jiwa pun sangat cepat.

Suhu udara di negeri padang pasir yang dipimpin oleh Ibrahim Aboubacar Kieta tersebut bisa tiba-tiba turun drastis sampai 18 derajat saat malam hari namun suhunya meninggi saat siang hari.

“Cuaca berubah sangat cepat karena ada badai pasir. Ini misi paling rawan yang dilakukan pasukan perdamaian PBB. Apalagi, kita jadi target para pemberontak,” terangnya.

Kedatangan para prajurit disambut para isteri dan keluarga yang telah menanti 18 bulan untuk tugas negara. Mereka datang dari Mali dengan pesawat Herculer.

Laporan: Muhammad Dasuki

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu