Sebuah truk diangkut ke atas kapal kargo di Pelabuhan Rakyat Kalimas, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (24/6). Pemerintah menganggarkan sekitar Rp20 triliun untuk membangun 500 unit kapal komersial guna memenuhi kebutuhan pelabuhan rakyat. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/Asf/aww/15.

Jakarta, Aktual.com — Komisi VI DPR RI akan memanggil PT Pelindo II (Persero) untuk meminta penjelasan terkait perpanjangan konsesi Jakarta International Container Terminal (JICT) yang hingga mengakibatkan aksi mogok kerja para pekerja JICT.

Ketua Komisi VI DPR RI, Hafisz Tohir menegaskan bahwa pihaknya akan segera mendatangkan Pelindo II usai masa reses berakhir.

“Kami masih reses saat ini. Insha Allah setelah sidang pertama dimulai 16 Agustus nanti kami akan panggil Pelindo II,” kata Hafisz Tohir kepada Aktual di Jakarta, Selasa (11/8).

Seperti diketahui, permasalahan ini memanas ketika Serikat Pekerja (SP) JICT menyatakan sikap menolak terhadap perpanjangan Konsesi Pelabuhan Petikemas terbesar di Indonesia dan salah satu terbaik di Asia ini yang dilakukan oleh PT Pelindo II kepada Hutchison Port Holdings (HPH). Aksi menolak ini juga ditunjukan dengan upaya mogok kerja oleh SP JICT. (baca: Rusuh Pelindo, Konspirasi Buruk Menteri Rini-Pelindo-Asing)

Ketua Umum Sekretaris Jendral SP JICT, Nova Sofyan Hakim mengatakan, proses perpanjangan yang terkesan terburu-buru dinilai berpotensi merugikan negara. Bahkan, nilai penjualan JICT tahun 2015 hanya USD200 juta lebih murah dari penjualan tahun 1999 sebesar USD243 juta. Diakuinya, nilai penjualan tahun 2015 ini setara dengan keuntungan JICT selama 2 tahun.

“Selain itu proses ini dilakukan dengan mekanisme tender tertutup sehingga tidak dimungkinkan tercapainya harga optimal dan potensi tuntutan post bidder claim dari peserta tender tahun 1999,” kata Nova.

Menanggapi aksi mogok tersebut, Direktur Utama Pelindo II RJ Lino justru memilih untuk menempuh jalur hukum dan menuding aksi tersebut sebagai tindakan sabotase terhadap aset negara yang menyebabkan kerugian.

Menanggapi aksi mogok tersebut, Direktur Utama Pelindo II RJ Lino justru memilih untuk menempuh jalur hukum dan menuding aksi tersebut sebagai tindakan sabotase terhadap aset negara yang menyebabkan kerugian.

“‎Saya urusan ke polisi saja itu, kan sabotase, itu kriminal. Biar polisi saja yang urusin, karena sabotase aset negara kan hukumannya berat banget, apalagi masyarakat dikorbankan, itu biar polisi yang urusin, sudah saya laporkan,” kata Lino pada akhir Juli lalu.

Posisi Lino pun seolah semakin dikuatkan dengan pernyataan resmi dari Komite Pengawas Pelindo II yang menyebutkan bahwa perpanjangan kerja sama layanan antara Pelindo II dengan Hutchison Port Holding (HPH) untuk pengelolaan Jakarta International Container Terminal (JICT) sudah dilakukan secara transparan dan akuntabel.

“Dalam proses pengambilan keputusan terkait perpanjangan kerja sama, Pelindo II selalu melaporkan tahapan dan perkembangannya dan selalu mengikuti rekomendasi kami sebagai Komite Pengawas,” kata Ketua Komite pengawas Pelindo II, Erry Riyana dalam konferensi persnya di Jakarta, kemarin. (Baca: Perpanjangang Kontrak JICT Transparan)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka