Sejumlah pengunjung melintas di antara bebatuan di situs Gunung Padang, Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Minggu (7/7/2024). Situs megalitik berbentuk punden berundak yang ditemukan pada tahun 1914 tersebut menjadi salah satu objek wisata andalan di Cianjur yang menarik bagi wisatawan dan peneliti sejarah. (ANTARA FOTO/Henry Purba/agr/YU/pri)

Cianjur, Aktual.com – Tim peneliti dan pemugaran Situs Megalitikum Gunung Padang di Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, memastikan usia Situs Gunung Padang berupa pundan berundak di daerah itu dibangun pada 6.000 Sebelum Masehi (SM).

Ketua Tim Peneliti dan Pemugaran Situs Megalitikum Gunung Padang Ali Akbar mengatakan tim peneliti mengambil sejumlah sampel dari berbagai titik yang digali atau diekskavasi sejak beberapa bulan terakhir.

“Sampel yang diteliti dan diuji termasuk kandungan karbon yang diambil dari teras kelima tepatnya di kedalaman empat meter di bawah permukaan situs, sehingga diketahui usia dari struktur terluar yang dapat dilihat usianya berapa tahun,” katanya, dikutip dari Antara, Senin (1/12/2025).

Tim peneliti juga menemukan struktur fondasi berupa bebatuan berbentuk bulat di kedalaman empat meter, di mana bentuk batuan bukan memanjang namun berbentuk persegi lima bulat.

Para peneliti menyimpulkan bebatuan tersusun rapi menjadi satu hamparan tersebut berupa struktur fondasi. Dengan temuan fondasi tersebut mengungkapkan Situs Gunung Padang dibangun secara bertahap dalam beberapa periode.

Berdasarkan hasil uji laboratorium, Situs Megalitikum Gunung Padang dibangun sejak 6.000 SM sehingga dipastikan situs tersebut berusia lebih tua dibandingkan dengan piramida Giza di Mesir. Piramida Giza adalah kompleks piramida kuno di Mesir yang dibangun untuk Firaun Khufu, Khafre, dan Menkaure lebih dari 4.500 tahun yang lalu.

“Pembangunan situs ini dilakukan secara bertahap sampai di akhir yang dapat kita lihat saat ini, setelah fondasi terbentuk dilanjutkan dengan pembangunan struktur di atasnya dan seterusnya,” kata Ali Akbar.

Setelah memastikan usia situs, katanya, penelitian dilanjutkan dengan proses pemugaran awal, termasuk memperbaiki sejumlah bebatuan yang berpindah dari tempat asal, karena faktor alam serta pemugaran skala besar dilakukan pada awal 2026.

“Pada Desember ini akan dilakukan pemugaran awal, termasuk mengembalikan batu yang bergeser atau rusak ke posisi awal, sedangkan di awal tahun akan dilakukan pemugaran dengan skala besar,” katanya.

Peradaban sebelum Kerajaan-kerajaan Sunda

Ali juga menyampaikan, usia situs yang mencapai ribuan tahun sebelum masehi itu sudah ada sebelum berdirinya kerajaan-kerajaan di Sunda. Namun, ia belum dapat memastikan nama peradaban atau kerajaan yang membangun situs punden berundak tersebut, meski ditemukan sejumlah corak seperti tapak harimau dan kujang.

“Awalnya tim menduga lekukan di batu berasal dari tetesan air pohon yang mengikis permukaan batu dalam waktu lama, namun seiring pengamatan lebih lanjut, beberapa bentuk dinilai terlalu spesifik dan berpola seperti bentuk kujang dan tapak harimau,” katanya.

Corak garis atau alur mungkin dapat dijelaskan secara petrologi, ungkap dia, namun untuk bentuk yang sangat khas seperti tapak hewan akan diteliti lebih dalam apakah permukaan itu pernah ditatah, dikikis, atau terbentuk karena faktor alam.

“Hasil diskusi awal bersama ahli geologi dan petrologi, beberapa lubang pada batuan diyakini terbentuk secara alami karena proses pendinginan lava yang menyisakan gelembung udara, namun untuk corak tertentu diperlukan kajian yang lebih mendalam,” katanya.

Tantangan utama dalam mengungkap identitas peradaban pembuat situs adalah karena tidak adanya bukti tertulis seperti prasasti atau catatan sejarah, sehingga proses penelusuran menjadi lebih kompleks dan membutuhkan kajian mendalam.

“Karena tidak ditemukan catatan tertulis, untuk sementara kami menyebutnya sebagai masyarakat pembuat Situs Gunung Padang, kemungkinan mereka adalah leluhur dari masyarakat yang tinggal sekarang, atau malah kelompok yang sama sekali berbeda,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi