ilustrasi anti demokrasi (istimewa)

Jakarta, Aktual.com –  Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) mulai melakukan investigasi kasus M Yusuf, wartawan Kemajuan Rakyat yang tewas di Lapas Klas IIB Kotabaru, pada 10 Juni lalu.

Tim yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komnas HAM, Hairansyah itu langsung bergerak cepat dengan menyambangi Kapolda Kalsel Brigjen Pol Rachmat Mulyana bersama jajarannya di Mapolda Kalsel, Selasa (26/6).

“Kami bertemu dengan Kapolda Kalsel untuk menanyakan hasil tim audit investigasi yang diturunkan mereka. Bahan yang diserahkan Kapolda Kalsel ini menjadi bahan perbandingan bagi kami untuk terjun ke lapangan,” ucap Hairansyah dalam keterangan tertulisnya, Selasa (26/6).

Disebutkan, Polda Kalsel telah melakukan audit investigasi internal yang dipimpin Irwasda Kombes Pol Djoko Poerbo Hadijojo, Kabid Propam Polda Kalsel AKBP Edy Suwandono, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kalsel Kombes Pol Sofyan Hidayat dan Direktur Reserse Kriminal Khusus Kombes Pol Rizal Irawan.

“Audit internal itu disimpulkan bahwa proses penanganan perkara delik pers yang berujung tindak pidana menimpa M Yusuf itu sudah sesuai prosedur yang berlaku. Hasil kesimpulan dari tim audit investigasi Polda Kalsel tetap jadi pembanding. Insya Allah, pada 28 Juni 2018, kami akan langsung ke Kotabaru,” kata pria yang akrab diaapa Ancah ini.

Di Kotabaru, imbuh dia, Tim Komnas HAM akan bertemu dengan istri almarhum M Yusuf, T Arvaidah serta tim kuasa hukumnya yang membela kasus itu dari proses penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan di Pengadilan Negeri Kotabaru.

“Fakta-fakta yang dialami almarhum M Yusuf bisa digali dari keterangan istrinya dan keluarga besar, termasuk tim kuasa hukumnya. Fakta-fakta ini akan kami dalami,” ucap Ancah.

Ancah juga memastikan akan melakukan proses klarifikasi dan konfirmasi ke Polres Kotabaru, Kejari Kotabaru, Lapas Kotabaru serta PN Kotabaru.

“Pada Kamis (28/6/2018), kami juga memantau proses persidangan di PN Kotabaru. Informasinya, meski terdakwa M Yusuf telah meninggal dunia, proses persidangan masih berlangsung. Makanya, kami pantau apakah tuntutan yang diajukan gugur demi hukum seperti aturan yang berlaku akan terungkap di persidangan,” papar Ancah.

Mantan Direktur LSM Yayasan Dalas Hangit ini pun memastikan tim investigasi Komnas HAM juga turut memantau proses autopsi jenazah M Yusuf yang dilakukan Polda Kalsel pada Jumat (29/6/2018).

“Pokoknya, keterangan dari segala pihak akan kami gali. Termasuk, pihak terkait seperti pelapor kasus yang dialami M Yusuf sebagai data tambahan. Poin besarnya, tentu adalah hasil autopsi yang bisa menggambarkan sesungguhnya,” tutur Ancah.

Dari hasil investigasi di lapangan, Ancah mengatakan selanjutnya pada Sabtu (30/6/2018) akan dibawa hasilnya dalam sidang paripurna Komnas HAM di Jakarta, yang berlangsung pada 4-5 Juli 2018. “Nah, jika nantinya hasil lapangan ini dianggap perlu tambahan lagi, kami akan kembali turun,” ucap Ancah.

Ia mengakui proses investigasi biasanya memakan waktu dua pekan dan maksimal tiga bulan. Menurut Ancah, semua fakta, data dan informasi itu sangat tergantung pada hasil yang didapat di lapangan. “Yang pasti, semua informasi tetap kami gali. Termasuk, hasil temuan dari Tim Pencari Fakta (TPF) yang dibentuk PWI. Mungkin perspektif berbeda, tapi juga bisa sama,” tambahnya.

Magister hukum jebolan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini mengakui rekomendasi TPF PWI Pusat dan PWI Kalsel bisa menjadi bagian dari penganiayan, terutama dalam menelusuri prosedur pemenuhan hak-hak asasi manusia terhadap almarhum M Yusuf.

Ancah pun menegaskan hasil investigasi Komnas HAM akan terbuka dan tidak akan ditutup-tutupi kepada publik.

Ditegaskan, kasus hukum yang mendera almarhum M Yusuf itu sudah terbuka ke publik, sehingga tak mungkin Komnas HAM justru membuat laporan tertutup.

“Dalam kasus ini, sebetulnya ada tiga hal pokok yang digali yakni proses meninggalnya M Yusuf, sengketa lahan yang memicu kasus itu serta masalah pemberitaan. Ini akan digali maksimal. Kami bertekad untuk mengusut kasus ini secara tuntas,” tandasnya.

Seperti diketahui, M Yusuf meninggal dunia di Lapas Kotabaru ditengah  proses persidangan akibat pengaduan perusahaan Sawit PT Multi Sarana Agro Mandiri milik pengusaha Andi Syamsudin Arsyad atau H Isam.

Yusuf yang menuliskan berita perampasan ratusan hektare tanah milik rakyat Desa Salino dan Mekarpura, Kabupaten Tanah Laut itu dijerat dengan UU ITE. Sedangkan kasus dugaan perampasan tanah warga yang diberitakan M Yusuf tak kunjung diusut kepolisian.

Warga yang tanahnya digusur sempat melakukan aksi demonstrasi di DPRD Kalsel serta mengadu ke Komnas HAM.

Sementara itu, Ratman, warga Desa Salino yang melakukan aksi demo justru dijerat polisi dalam kasus pencemaran nama baik yang juga atas dasar laporan PT MSAM.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan