Jakarta, Aktual.com — Penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) berencana akan memanggil Ketua Umum Partai Perindo Harry Tonoesoedibjo terkait dugaan korupsi pengajuan restitusi pajak PT. Mobile8 Telecom.

Pengajuan tersebut dilakukan oleh PT Mobile8 ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Surabaya tahun 2012 agar masuk bursa di Jakarta.

“Perusahan telekomunikasi itu yang sekarang namanya Smartfren, dulu Mobile8,” kata Ketua tim jaksa penyidik kasus, Ali Nurudin‎ di gedung bundar Kejaksaan Agung Jakarta, Rabu (21/10).

Pengusutan dugaan korupsi ini, kata dia, bermula setelah tim penyidik mendapatkan keterangan dari Direktur PT Djaya Nusantar Komunikasi bahwa transaksi yang antara PT. Mobile8 Telecom dan PT. DJaya Nusantara Komunikasi tahun 2007-2009 ‎lalu senilai Rp80 miliar adalah transaksi fiktif.

Selain itu, transaksi ini juga hanya untuk memenuhi kelengkapan administrasi pihak PT Mobile8 Telecom untuk memuluskan transfer uang senilai Rp80 milar ke rekening PT Djaya Nusantara Komunikasi.

Transfer tersebut dilakukan pada Desember 2007 dengan dua kali transfer, pertama transfer dikirim senilai Rp50 miliar dan kedua Rp30 milar.‎ Namun faktanya PT DJaya Nusantara Komunikasi tidak pernah menerima barang dari PT Mobile8 Telecom.

“‎Namun direkayasa seolah-olah terjadi perdagangan dengan membuatkan process order dan invoice sebagai fakturnya. Dari hasil ini, padahal uang Rp80 M itu bukan berasal dari PT Djaya Nusantara Komunikasi, jadi seolah-olah mereka mampu membeli,” jelasnya.

Dia menduga transaksi palsu ini dilakukan untuk memuluskan permohonan pengajuan restitusi pajak (pergantian pajak).

“yang menjadi dasar diajukannya permohonan restitusi oleh perusahaan telekomunikasi tersebut,” tegasnya.

Setelah itu, lanjut Ali, permohonan restitusi pajak lalu dikabulkan oleh KPP, padahal transaksi perdagangan fiktif dan transaksi tersebut dilakukan saat PT Mobil8 Telecom masih dimiliki Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo.

“Dikabulkan menggunakan transaksi dan faktur yang seolah-olah ada perdagangannya, jadi negara dirugikan sekitar Rp10 miliar, ini perusahaan banyak orangnya (pemiliknya) mayoritas sahamnya saat itu ada salah satunya Hary Tanoesoedibjo‎,” ungkapnya.

Namun, saat disinggung apakah bos MNC Hary Tanoesoedibjo akan dipanggil, Ali menegaskan pemanggilan tersebut bisa saja terjadi.

“Nanti kita lihat apakah ada perannya. Kalau terlibat ya kita panggil itu terjadi saat dia pemiliknya, penyidikan baru tahun 2015. Sekarang baru Dik umum, belum ada tersangkanya,” tutupnya.

Sementara Direktur Pemberitaan MNC Group Arya Sinulingga ketika saat dikonfirmasi melalui telpon seluler mengaku belum mengetahui persoalan itu. “Saya belum tahu, tidak mengerti,” singkatnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan