Jakarta, Aktual.com – Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) didesak transparan di besaran dan penggunaan dana Koefisien Luas Bangunan (KLB) dan Kontribusi pengembang reklamasi Teluk Jakarta.
Pengamat Anggaran Politik dan Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan Ahok harusnya membeberkan rinci satu persatu penggunaan dan besarnya pungutan dari KLB dan kompensasi pengembang.
Sebab menurut dia, anggaran yang dipungut Ahok tidak punya payung hukum yang kuat dan berpotensi korup atau digunakan untuk kepentingan politik. “Pemprov Jakarta itu bukan organisasi bisnis. Kalau ada bisnis masuk tapi tidak ada payung hukumnya, seharusnya ditolak bukan diikat sambil berpikir payung hukum nanti dibuat. Memang ini Pemprov DKI organisasi nenek moyangnya?” kata Uchok, saat dihubungi Aktual.com, Minggu (15/5).
Uchok sendiri mengaku heran dengan sikap diam DPRD DKI ketika menyaksikan sepak terjang Ahok yang seperti sendirian saja ambil dan kucurkan dana ke sana kemari tanpa melibatkan pertimbangan dewan.
Menurut dia, sudah seharusnya DPRD DKI membuat Pansus dan memanggil Ahok untuk menjelaskan asal muasal dan penggunaan dana-dana dari pengembang itu satu persatu. “Agar pansus ini bekerja untuk mendukung kerja KPK,” ucap dia.
Untuk KLB, menurut Uchok, payung hukumnya yang hanya gunakan Peraturan Gubernur (pergub) terlalu lemah. Selain itu, Ahok juga bisa seenaknya gunakan dana itu tanpa minta pertimbangan DPRD. “Harusnya KLB pakai Perda. Karena DPRD harus diajak untuk membahas itu, karena biar bagaimanapun dewan itu bagian dari Pemda DKI juga. Oleh karena payung hukumnya Pergub, dana yang masuk ke KLB tidak bisa kelihatan karena jauh dari pengawasan dewan,” kata dia.
Simpang siurnya penggunaan dana KLB, APBD, atau Kontribusi pengembang reklamasi di proyek-proyek yang dijalankan Ahok di Jakarta pun terjadi. “Makanya DPRD segera bikin Pansus mengusut dana non budgeter Ahok ini agar tidak tumpang tindih antara KLB, CSR, Kontribusi pengembang, atau dana APBD,” ucap dia.
DPRD DKI, kata dia, harusnya kreatif dan hanya menunggu KPK selesai bekerja saja untuk menemukan adanya dugaan pelanggaran. Pansus itu juga bisa mendorong BPK untuk turun tangan lakukan audit KLB dan Kontribusi Pengembang.
Diketahui, Ahok membantah pemberitaan yang menyebut ada kucuran dana kontribusi reklamasi dari pengembang Agung Podomoro Land (APL) untuk membiayai 5.000 pasukan gabungan di penggusuran Kalijodo. Namun, seperti diketahui, bantahan sang gubernur bukan berarti kebenaran.
Menariknya, Ahok dalam beberapa pernyataan sebelumnya kerap menyebut-nyebut menggunakan dana dari pengembang untuk proyek di DKI. Misal saat meresmikan pembangunan proyek gedung parkir Polda Metro seluas 30.582 meter persegi dengan anggaran sebesar Rp80 miliar. Ahok dengan bangga mengatakan duitnya tidak diambil dari APBD DKI. “Kami berterimakasih sama pengembang. Ini uangnya dari reklamasi pulau,” ujar Ahok di hadapan Kapolda Metro saat itu Inspektur Jenderal Pol Tito Karnavian, 2 Maret 2016.
Kata dia, pengembang Agung Podomoro Group yang mendapat izin mereklamasi Pulau G yang melakukan pembangunan parkiran itu.
Sedangkan saat bicara pembangunan rumah sakit Sumber Waras lengkap dengan apartemen seribu ranjang yang biayanya ditaksir mencapai Rp1 triliun, Ahok mengaku akan mencari dana dari Koefisien Luas Bangunan (KLB) yang dia istilahkan dengan ‘mengemplang’ pengembang.
Dana KLB pun disebut Ahok bakal digunakan saat menjanjikan bangun parkiran Markas Kostrad, ketika bertemu Pangkostrad Letjen Eddy Rahmayadi di Balai Kota DKI, 19 April lalu. “Bukan (CSR) dong, pakai kewajiban, KLB. Kita cari aja, namanya juga banyak duit,” ujar dia sumringah.
Terkait kewajiban pengembang reklamasi, PT Kapuk Naga Indah (KNI) dan PT Muara Wisesa Samudra (MWS) antara lain membangun Rusunawa Daan Mogot, Jakarta Barat. Lalu Rusunawa Muara Baru, Jakarta Utara, dibangun PT KNI bersama PT Jaladri Kartika Paksi.
Artikel ini ditulis oleh: