Jakarta, Aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus mendalami pola korupsi dalam proyek pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri. Saat ini penyidik KPK tengah melakukan penelusuran ke daerah-daerah yang menjadi sasaran diberlakukannya e-KTP.

Demikian disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Komisioner KPK, Indriyanto Seno Adji saat disinggung ihwal perkembangan kasus tersebut.

“Masih terus pendalaman. Kan tim harus turun lapangan ke tempat-tempat yang terkait dengan pelaksanaan e-KTP tersebut di daerah,” kata dia, lewat pesan elektronik, Sabtu (31/10).

Namun demikian, Indriyanto enggan menjelaskan saat ditanya sudah sejauh mana penyelidikan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP itu. “Intinya masih turun lapangan,” pungkasnya.

Seperti diketahui, sudah satu tahun setengah KPK melakukan penyidikan atas kasus tersebut. Pada 22 April 2014 silam, KPK resmi menetapkan Direktur Pengelolaan Informasi, Administrasi Kependudukan di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), Sugiarto sebagai tersangka.

Dalam tender proyek e-KTP setidaknya terdapat enam perusahaan pelaksana, baik BUMN maupun swasta. Keenam perusahaan itu yakni, PT Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), PT Sucofindo, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sandipala Arthaputra dan PT Paulus Tanos. Perusahaan-perusahaan tersebut tergabung dalam satu Konsorsium PT PNRI sebagai pelaksana proyek e-KTP.

Dari hasil penelusuran Aktual.com, disebutkan bahwa terdapat persekongkolan yang dilakukan antara Kosorsium PT PNRI dengan Panitia Pengadaan. “Kongkalikong” itu terjadi saat proses pelelangan, yakni penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS).

Penyusunan dan penetapan HPS bukan berdasarkan data harga pasar setempat yang diperoleh dari survei menjelang dilaksanakannya lelang. Pemilihan dan penetapan untuk beberapa peralatan menggunakan harga uang ditawarkan oleh Konsorsium PT PNRI yang memenangkan pelelangan.

Selain itu juga terdapat ketidak sesuaian perangkat eletronik yang digunakan dalam pelaksanaan e-KTP. Dalam kontraknya, untuk menyimpan identitas si pemilik e-KTP digunakan pemindai mata. Namun yang terjadi justru menggunakan sidak jari.

Dalam auditnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan ketidakefektifan pemakaian anggaran sebanyak 16 kasus dengan nilai Rp 6,03 miliar, tiga kasus Rp 605,84 juta. Selain itu BPK juga menemukan pelanggaran dalam proses pengadaan proyek e-KTP yang mengakibatkan indikasi kerugian negara.

Terdapat lima kasus yang diindikasikan merugikan keuangan negara senilai Rp 36,41 miliar, potensi kerugian negara sebanyak tiga kasus senilai Rp 28,90 miliar.

Dalam tender proyek e-KTP setidaknya terdapat enam perusahaan pelaksana, baik BUMN maupun swasta. Keenam perusahaan itu yakni, PT Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), PT Sucofindo, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sandipala Arthaputra dan PT Paulus Tanos. Perusahaan-perusahaan tersebut tergabung dalam satu Konsorsium PT PNRI sebagai pelaksana proyek e-KTP.

Artikel ini ditulis oleh: