Jakarta, Aktual.com — Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Achmad Baiquni mengakui, dalam rangka memperkuat permodalan dan menggenjot dana pihak ketiga (DPK)-nya, pihaknya bersama dua bank BUMN lain tengah menjajaki penambahan utang kembali dari China Development Bank (CDB).
Bahkan tak hanya ke CDB, pihaknya pun bisa saja mencari utangan ke perbankan negara lain terutama yang tengah mengalami suku bunga rendah atau bahkan negatif, seperti perbankan Jepang atau Uni Eropa serta meng-create utang baru dari Jepang.
“Saat ini kami dari bank-bank BUMN masih menjajaki tambahan utang lagi dari CDB, bahkan dengan bisa saja dengan jumlah yang lebih besar lagi,” tandas Baiquni di Jakarta, Selasa (15/3).
Sebelumnya BNI, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank Rkyat Indonesia (Persero) Tbk sudah mendapatkan utangan dari CDB masing-masing USD1 miliar. Dengan masing-masing mendapat USD1 miliar.
“Kalau pinjaman yang lalu sudah 100 persen tersalurkan semua ke sejumlah perusahaaan BUMN dan swasta nasional,” tegasnya.
Ia kembali menambahkan, rencana melakukan ke pinjaman ke bank China, dan bank-bank negara lain itu terkait dengan momentum global yang menerapkan zero rate policy, bahkan negative interest rate policy. Sehingga kalau melakukan pinjaman ke mereka dianggapnya akan menguntungkan.
“Dengan zero interest itu maka banyak bank tawarkan kredit bunga rendah,” ujar dia
Apalagi memang, jika bercermin pada Rencana Bisnis Bank (RBB) tiga tahun ke depan, ketiga bank BUMN ini berencana penghimpun DPK-nya dari pinjaman bilateral, penerbitan obligasi dan medium term note (MTN).
Menurut Baiquni, pinjaman tersebut sangat dibutuhkan. Apalagi untuk BNI sendiri memiliki utang obligasi sebesar USD500 juta yang sebentar lagi akan jatuh tempo. Sehingga sangat diperlukan dana dari luar untuk membayar utang tersebut dengan bunga yang lebih rendah.
“Berapa besarnya (pinjaman tersebut) kami sedang menghitung, kebutuhan kami sekitar USD1 miliar,” ujarnya.
Langkah ini tentu disorot oleh Komisi XI DPR. Menurut Ketua Komisi XI, Achmadi Noor Supit, pihaknya sangat me-warning bank BUMN itu agar berhati-hati mencari utangan.
“Publik itu sangat sensitif dengan adanya isu utangan. Saat ini pemerintah sudah banyak utang, jangan lagi tambah beban dengan adanya utang dari perusahaan BUMN,” kritik dia.
Apalagi terkait, dengan pinjaman dari CDB lalu itu justru penyalurannya untuk kelompok-kelompok bisnis tertentu saja. Hal ini tentu sangat mencurigakan.
“Lho kok bisa kredit itu disalurkan ke kelompok tertentu sana. Makanya ke depan kalau ada utangan lagi mestinya jangan terulang lagi,” kata dia.
Bahkan jika jadi utangan itu ke perbankan Jepang, biasanya mekanisme yang ada melalui G to G (government to government) bukan B to B (business to business).
“Kalau langkah itu yang diambil, maka harus koordinasi dulu dengan kami (Komisi XI). Agar prosesnya dapat dipertanggungjawabkan,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka