Jakarta, aktual.com – Konflik antara Israel dan Hamas terus berlanjut, menyebabkan utang Israel terus meningkat. Kementerian Keuangan Israel mengumumkan bahwa utang negara tersebut telah mencapai 30 miliar shekel atau setara dengan Rp 123 triliun sejak dimulainya perang dengan Hamas.
Dari jumlah tersebut, lebih dari setengahnya, yaitu 16 miliar shekel, merupakan utang yang dinyatakan dalam mata uang dolar AS melalui penerbitan di pasar internasional. Pada hari Senin (13/11), Kementerian Keuangan Israel kembali menarik utang sebesar 3,7 miliar shekel atau sekitar Rp 15,2 triliun melalui lelang obligasi mingguannya di pasar lokal.
“Kemampuan pendanaan negara Israel memungkinkan pemerintah untuk membiayai seluruh kebutuhannya secara penuh dan optimal,” kata Divisi Akuntan Jenderal Kementerian Israel dikutip dari Reuters, Kamis (16/11).
Akibat konflik yang dimulai pada 7 Oktober lalu, pengeluaran Israel mengalami peningkatan drastis. Dana tersebut digunakan untuk mendanai kebutuhan militer, memberikan kompensasi kepada keluarga korban dan bisnis di sekitar perbatasan, serta untuk pembebasan sandera yang ditahan oleh Hamas. Sementara itu, penerimaan pajak juga mengalami perlambatan.
Dampak dari situasi ini menyebabkan Israel mengalami defisit anggaran sebesar 22,9 miliar shekel pada bulan Oktober. Angka ini melonjak dari bulan sebelumnya, mencapai US$ 4,6 miliar, dan juga meningkatkan defisit tahun sebelumnya menjadi 2,6%.
Meskipun demikian, Kementerian Keuangan Israel tetap berkomitmen untuk mendanai operasional pemerintah, termasuk kebutuhan yang timbul akibat perang dan memberikan bantuan ekonomi kepada warga lokal.
Sementara itu, Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Israel, berkomitmen untuk mengimplementasikan kebijakan yang akan membantu mereka yang terdampak oleh konflik. Para ahli ekonomi meyakini bahwa langkah-langkah tersebut berpotensi meningkatkan defisit dan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) secara signifikan hingga tahun 2024.
Meskipun demikian, Amir Yaron, Gubernur Bank of Israel, mengungkapkan bahwa pemerintah perlu mencari keseimbangan antara mendukung perekonomian dan mempertahankan stabilitas fiskal. Di sisi lain, lembaga pemeringkat kredit telah memberikan peringatan bahwa mereka mungkin menurunkan peringkat Israel jika kondisi utang memburuk.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain