Jakarta, Aktual.com – Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia mencapai US$408,6 miliar atau setara Rp6.026,85 triliun (kurs Rp14.750 per dolar AS) pada kuartal II 2020. Utang tersebut terdiri dari ULN sektor publik (pemerintah dan Bank Sentral) sebesar US$199,3 miliar dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar US$209,3 miliar.

Secara year on year (yoy) posisi utang Indonesia melonjak hingga 5 persen, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yakni sebesar 0,6 persen (yoy). Peningkatan utang ini disebabkan transaksi penarikan yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta pada periode April-Juni 2020.

“Selain itu, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga berkontribusi pada peningkatan nilai ULN berdenominasi rupiah,” ungkap Kepala Departemen Komunikasi BI, Onny Widjanarko dalam keterangan resmi, Jumat (14/8) lalu.

Ekonom dari Institut Harkat Negeri, Awalil Rizky mengatakan penambahan utang memang tak dapat dipungkiri dalam rangka mitigasi dampak ekonomi dari pandemi covid-19. Namun, ia juga meminta agar pemerintah lebih terbuka kepada publik dan memberikan penjelasan detail terkait penggunaan utang tersebut.

“Termasuk mengapa rencana berutang berubah begitu drastis hanya dalam waktu 3 bulan. Publik pun menunggu peran DPR dalam penentuan kebijakan semacam ini. Bukankah ini baru RAPBN yang perlu persetujuan DPR untuk menjadi APBN,” tulis Awalil di dalam artikelnya, Jakarta, Rabu (19/8).

Berdasarkan data BI, rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir triwulan II 2020 sebesar 37,3 persen, meningkat dibandingkan dengan rasio pada triwulan sebelumnya sebesar 34,5 persen. Berdasarkan jatuh tempo, sebanyak 89 persen merupakan utang jangka panjang.

Adapun, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021, pembiayaan utang diperkirakan sebesar Rp1.142,49 triliun.

Artikel ini ditulis oleh:

A. Hilmi