Jakarta, Aktual.com – DPR RI dan pemerintah telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law, menjadi Undang Undang (UU). Kesepakatan itu diambil melalui hasil rapat paripurna sore ini.
Sebelum menjadi UU, RUU tersebut banyak penolakan dari para buruh karena dinilai merugikan, salah satunya untuk kaum buruh perempuan.
Koordinator Program Badan Eksekutif Nasional Perempuan, Arieska Kurniawaty mengatakan, Omnibus Law ini memperburuk hak perlindungan buruh perempuan.
“(UU Ciptaker) Tidak kenal cuti karena haid atau keguguran, karena hanya menyebutkan cuti tahunan atau cuti panjang lainnya yang diatur dalam kerja,” kata Kurniawaty di Jakarta, Senin (5/10).
Lebih lanjut, Arieska menegaskan, penolakan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja perlu disuarakan. Langkah semisal mogok massal bisa berpengaruh besar.
“Sehingga penting bagi kita berkonsolidasi menyuarakan penolakan dan memang kita harus mogok because if we stop the world stop,” tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim, RUU Cipta Kerja (Ciptaker) atau Omnibus Law, yang baru saja disahkan oleh DPR, tetap melindungi tenaga kerja yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK).
Salah satunya dengan tetap memberikan pesangon melalui jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).
“Justru dengan UU ini (Ciptaker), negara hadir dalam bentuk hubungan industrial Pancasila yang mengutamakan hubungan tripatrit antara pemerintah, pekerja, dan pengusaha dengan dikeluarkannya JKP,” ungkap Airlangga dalam Rapat Paripurna DPR, Senayan, Jakarta, Senin (5/10).
Ia mengatakan JKP tak akan menghilangkan manfaat yang diberikan dari program jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan hari tua (JHT), dan jaminan kematian (JK).
JKP, sambung Airlangga, juga tak membebani pekerja dan pengusaha untuk membayar tambahan iuran setiap bulannya.(RRI)
Artikel ini ditulis oleh:
Warto'i