“Pada hakekatnya fungsi MKD adalah alat penegak etik bagi anggota DPR, dan jelas bukan alat penegak hukum,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra.
Mahkamah berpendapat bahwa dalam ketentuan a quo posisi MKD telah mengambil ranah penegakan hukum. Selain itu, ketentuan a quo dinilai Mahkamah tidak menempatkan DPR sebagai subjek, namun norma itu justru menempatkan orang perorangan khususnya yang dinilai telah merendahkan martabat DPR, sebagai subjek hukum.
“Padahal orang perorangan yang dimaksud dalam pasal a quo adalah pihak yang sejatinya membantu MKD menjaga para anggota dewan supaya tidak melanggar kode etik,” tutur Saldi.
Lebih lanjut Mahkamah menilai bahwa pasal-pasal a quo telah membuat masyarakat menjadi takut untuk memberikan pengawasan pada wakilnya dalam menyelenggarakan negara dan mengawasi para anggota DPR dari pelanggaran kode etik.
Sementara itu terkait dengan Pasal 245 ayat (1) UU MD3 mengenai hak imunitas anggota DPR, Mahkamah memiliki pendapat dan pertimbangan sendiri untuk ketentuan a quo.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid