Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Herman Khaeron mengatakan rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (EBT) terganjal prioritas legislasi karena revisi UU Migas dan UU Minerba belum kunjung selesai. Dirinya menilai revisi UU EBT ini sangat dibutuhkan untuk mengurangi ketergantungan Indonesia kepada sumber energi fosil.

“Di Komisi VII sekarang sudah memasukkan rancangan UU EBT ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tapi sayangnya belum masuk kepada skala prioritas. Karena ada UU Minerba dan UU Migas yang belum selesai, maka UU EBT tertahan tidak bisa masuk menjadi Prioritas,” katanya pada Diskusi Pra Mukernas ke 10 Kahmi di Jakarta, Kamis (9/11).

“Padahal semestinya ada empat UU yang harus diselesaikan di DPR yaitu UU Migas, UU Minerba, ketiga UU EBT, yang ke empat UU energi agar pengembangan energi kedepan berbasis renewable resources,” tambah Herman.

Dia memaparkan bahwa Indonesia dikaruniai potensi sumber Energi Baru Terbaru yang cukup memadai. Sehingga menjadi pertanyaan mengapa terkesan kebijakan pemerintah menikmati atau mempertahankan energi fosil.

Padahal tegasnya, Indonesia sendiri tidak lagi memiliki sumber energi fosil yang cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik. Dari jumlah konsumsi nasional, sekitar setengah dari kebutuhan BBM diperoleh melalui impor.

“Kita dikarunia sumber energi EBT begitu besar, sementara sumber energi fosil kita tidak mampu lagi menutup kebutuhan, bahkan setengah dari kebutuhan minyak kita bergantung dengan impor,” tutur dia.

“Mengapa kita masih berfokus kepada energi fosil yang sangat terbatas. Bahkan batubara kita di eksploitasi secara besar besaran padahal menurut teori ekologi itu merusak lingkungan,” pungkas dia.

(Reporter: Dadangsah Dapunta)

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Eka