Jakarta, Aktual.com — RUU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) yang pembahasannya sudah rampung masih menyisakan masalah baru.
Pasalnya, dari RUU itu peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjadi penting, mengingat lembaga ini yang akan menyuntik dana ke bank gagal ditambah dana internal dari bank itu dalam konsep bail-in tersebut.
Kepala Eksekutif LPS, Fauzi Ichsan menegaskan, saat ini dana atau cadangan penjaminan yang ada di LPS baru mencapai Rp67 triliun. Angka ini berasal dari aset LPS plus premi dari industri perbankan.
“Tapi saat ini, dana di kami hanya 1% dari DPK (Dana Pihak Ketiga). Padahal idealnya, cadangan penjaminan LPS seharusnya 2,5% dari total DPK atau sekitar Rp100 triliun,” kata dia seusai Raker membahas RUU PPKSK dengan Komisi XI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (11/3).
Menurutnya, jika cadangan penjaminan yang dimiliki LPS itu mencukupi, maka LPS dapat menyelamatkan bank saat Indonesia dilanda krisis keuangan. Ini tentu mengkhawatirkan. Pasalnya dengan dana yang ada saat ini, pihak LPS hanya bisa mengatasi bank dalam keadaan sistem keuangan normal.
“Karena berdasar RUU, harusnya mencapai 2,5%. Tapi kalau tidak ada krisis ya besar 1% dari total DPK itu sebenarnya sudah cukup,” tandas dia.
Untuk itu, dia kembali melanjutkan, agar dana itu mencukupi pihaknya berencana untuk menerbitkan surat utang. Namun untuk menerbitkan surat utang tersebut, bukan perkara mudah. Antara lain, harus dibicarakan pemerintah dan DPR-RI.
“Tapi kebijakan ini jadi langkah akhir. Jika kondisi perekonomian Indonesia mengalami keterpurukan dan berdampak ke sektor perbankan, baru kami terbitkan,” papar dia.
Namun ketika dikonfrimasi mengenai mekanisme surat utang yang diterbitkan LPS itu, Fauzi menyebut surat utang itu diterbitkan langsung ke pasar.
“Tapi ketika pasar terpuruk, maka itu tergantung presiden. Kalau di AS, program penyelamatan perbankan langsung ke Kementerian Keuangan,” ujarnya.
Meski begitu, sejauh ini, belum ada risiko bank gagal berdampak sistemik. Pasalnya, berdasarkan data LPS, rasio kecukupan modal perbankan nasional (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih cukup tinggi dan terjaga.
“Untuk saat ini, CAR bank di Indonesia secara industri masih tinggi, itu sekitar 20%. Sehingga belum ada risiko bank sistemik yang gagal. Masih jauh,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka