Pengujian Makanan takjil untuk memastikan apakah takjil yang dijual bebas dari bahan bahaya seperti rodhamin B, formalin dan boraks.

Yogyakarta, Aktual.com- Kinerja Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) perlu dievaluasi menyusul terungkapnya kasus vaksin palsu yang disidik oleh Bareskim Polri.

“Setuju sekali, kasus ini jadi pintu masuk melakukan peninjauan ulang terhadap proses kontrol produksi serta distribusi obat-obatan dari otoritas pengawas yang nyatanya masih lemah,” ujar Widyanto, Ketua Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY), kepada Aktual.com, Senin (27/6).

Menurutnya kinerja BPOM mulai dari daerah hingga pusat masih sangat lemah dalam menjamin keamanan masyarakat mengkonsumsi obat dan makanan yang beredar di masyarakat. Widiyanto menambahkan sejauh ini belum ada laporan dari korban vaksin palsu.

Menurutnya konsumen banyak yang tidak sadar telah mengkonsumsi vaksin palsu. Minimnya pengetahuan konsumen akan produk kesehatan menjadi penyebab utama tidak adanya laporan meski vaksin palsu sudah beredar selama 13 tahun.

“Gimana mau complain kalau kita nggak bisa mengidentifikasi vaksin ini palsu atau tidak? Masyarakat awam kan relatif nggak ngerti karena palsu tidaknya vaksin harus diuji laboratorium dulu,” tandasnya.

Berbicara tugas dan tanggung jawab, lanjut Widyanto, peran besar tetap ada pada otoritas pengawas seperti BPOM yang mengetahui alur distribusi vaksin di pasaran, apakah sudah lolos uji, jenis kualitas vaksin dan seterusnya. Bagaimanapun juga, vaksin sebagai produk komoditas sangat vital karena terkait kesehatan dan keselamatan jiwa balita.

“Pihak-pihak layanan kesehatan juga harus ditinjau kembali, biasanya terdapat oknum yang membeli vaksin palsu lantaran harga khusus atau keuntungan tertentu. Sanksi berat harus dikenakan karena kasus ini bukan persoalan sepele,” tegas Widyanto.

Peninjauan ulang atas peredaran vaksin juga diamini Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Yogyakarta, Dr. Sumadiono Spak. Meskipun menurutnya secara internal Rumah Sakit di Indonesia secara rutin telah menerapkan sistem akreditasi berstandar Joint Comission International (JCI).

“Silahkan saja, ini ide yang baik, tentu akan memberikan ketenangan kepada masyarakat,” kata dia.

Pendistribusian Vaksin

Sementara itu, peta peredaran vaksin di instansi layanan kesehatan mulai dari RS umum dan Puskesmas serta RS swasta dan klinik swasta, terbagi dalam dua kategori, yakni vaksin program dan non program. Hal itu disampaikan Dr Mei Neni Sitaresmi Spak Phd, Kepala Klinik Tumbuh Kembang Anak RSUP Dr Sardjito Yogyakarta.

Untuk vaksin program, paparnya, merupakan supply dari pemerintah melalui distributor resmi Biofarma. Sedangkan, vaksin non program didistribusikan pihak swasta seperti GSK, Sanofi, MSD dan Waid, yang bersertifikasi produk dari BPOM serta IDAI.

“Vaksin non program ini sebenarnya juga tidak terjual bebas dipasaran seperti apotik karena harus lewat resep dokter,” tambahnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Nelson Nafis