Jakarta, Aktual.com – Presiden Joko Widodo diminta mengevaluasi kinerja Menteri Kesehatan Nila Djuwita Moeloek dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Hal ini lantaran dianggap lalai menditeksi merebaknya vaksin palsu ke masyrakat.
Desakan itu datanga dari Jaringan Advokat Republk Indonesia (JARI).
“Karena vaksin palsu bilamana terus beredar yang akan merugikan masyarakat, terutama anak-anak,” tegas Ketua Umum DPP JARI Krisna Murti kepada wartawan.
Sebaliknya JARI memberikan apresiasi atas langkah kepolisian yang telah membentuk satgas untuk mengungkapkan jaringan, distributor dan pembuat vaksin palsu.
“Kita harapkan penegak hukum tidak terhenti sampai 15 orang yang kini sudah ditetapkan menjadi tersangka, namun terus mengungkap siapa dibalik pemain tersebut,” kata dia.
Bahkan menurut Krisna bilamana ada aparat pemerintah bermain dalam peredaran tersebut, ia juga mendesak agar kepolisian tidak sungkan-sungkan mempidanakan.
“Siapapun, termasuk oknum pemerintah. Karena ini peredaran itu merugikan masyarakat,” katanya singkat.
Para advokat ini juga meminta agar Kementrian Kesehatan dan Badan Obat dan Pengawas Makanan (BOPM) tidak kecolongan lagi dan selalu waspada.
“Bayangkan 13 tahun sudah berlangsung vaksin palsu beredar, tentunya kita melihat lemahnya pengawasan dan juga lalai dalam mengontrol obat-obat yang masuk dipasaran terutama kinerja BPOM” ujarnya.
Hingga saat ini ada 16 tersangka yang diamankan polisi dalam kasus praktik peredaran vaksin palsu.
Terbaru, polisi menangkap tersangka R (laki-laki) di Jakarta Timur. Ia berperan sebagai distributor vaksin palsu di Jakarta.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya mengatakan bahwa tersangka R merupakan jaringan tersangka M dan T yang telah lebih dulu ditangkap di Semarang, Jawa Tengah.
Dalam kasus ini, diketahui ada empat komplotan pembuat vaksin palsu yakni tersangka P (ditangkap di Puri Hijau Bintaro), tersangka HS (ditangkap di Jalan Serma Hasyim Bekasi Timur), tersangka H dan istrinya R (ditangkap di Kemang Regency) serta tersangka M dan T (ditangkap di Semarang).
Dari usaha vaksin palsu, terungkap bahwa produsen vaksin bisa memperoleh keuntungan hingga Rp25 juta per minggu. Sementara pihak distributor meraup keuntungan Rp20 juta per minggu. Agung mengatakan vaksin-vaksin palsu itu didistribusikan di Jabodetabek, Banten, Jawa Barat, Semarang (Jawa Tengah), Yogyakarta dan Medan (Sumatera Utara). “Mereka (para pelaku) sudah menggeluti usaha ini sejak 2003,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby