Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA. Aktual/DOK MPR RI

Jakarta, aktual.com – Wakil Ketua MPR RI, Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, MA., mengecam keras langkah Amerika Serikat yang kembali menggunakan hak vetonya dalam Sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), untuk menolak disahkannya resolusi penghentian perang di Gaza, pembebasan sandera, dan pembukaan jalur bantuan kemanusiaan.

Menurut Hidayat, veto AS yang kelima kalinya ini justru memperpanjang penderitaan rakyat Gaza akibat agresi Israel, dan menegaskan perlunya reformasi fundamental terhadap sistem PBB, terutama penghapusan hak veto.

“Sikap AS ini seakan memberi lampu hijau bagi Israel untuk terus melakukan kejahatan perang dan kemanusiaan terhadap warga Gaza, termasuk perempuan dan anak-anak. Ini bukti nyata bahwa AS tidak sungguh-sungguh menghendaki perdamaian,” ujar Hidayat melalui pernyataan pers di Jakarta, Kamis (5/6/2025).

Ia menyayangkan, resolusi yang diajukan dan didukung oleh mayoritas negara anggota DK PBB — termasuk negara-negara tetap seperti Prancis dan Inggris — justru gagal disahkan hanya karena satu veto dari AS. Padahal, semua negara anggota DK lainnya, termasuk Rusia dan Tiongkok, menyatakan dukungannya.

“Ini menjadi ironi ketika suara mayoritas dunia dibatalkan oleh satu negara. Ini bukan demokrasi, melainkan dominasi,” tambah politisi PKS tersebut.

Hidayat mengungkapkan, laporan berbagai lembaga internasional, media massa, hingga pejabat PBB, sudah mengonfirmasi aksi brutal Israel terhadap warga sipil Gaza, termasuk di rumah sakit, tenda pengungsian, dan antrean bantuan makanan.

“Utusan Khusus PBB untuk Palestina, Francesca Albanese, dan Sekjen PBB Antonio Guterres telah menegaskan bahwa yang terjadi di Gaza adalah genosida. Namun fakta-fakta ini justru diabaikan oleh AS,” katanya.

Lebih lanjut, Hidayat menyerukan agar reformasi PBB, khususnya DK PBB, segera diperjuangkan kembali. Ia menilai sistem hak veto sangat tidak adil dan bertentangan dengan prinsip demokrasi yang sering dikampanyekan negara-negara barat.

“Sudah waktunya mekanisme Dewan Keamanan diubah. Dunia ini lebih besar dari lima negara pemegang hak veto. Kita harus menggaungkan kembali seruan ‘The World Is Bigger Than Five’,” tegas Hidayat, merujuk pada kampanye yang juga disuarakan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan.

Ia pun berharap, Presiden RI Prabowo Subianto dapat memimpin upaya diplomatik untuk menghidupkan kembali wacana reformasi PBB, selaras dengan semangat yang pernah disampaikan Presiden Joko Widodo pada KAA 2015 lalu.

“Jika Presiden Prabowo bisa membawa isu reformasi PBB ini ke forum-forum internasional dan menghasilkan langkah nyata, itu akan menjadi warisan berharga bagi demokrasi global dan kemanusiaan,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano