Kendari, Aktual.com – Terjadi disorientasi arah pembangunan nasional saat ini. Diperparah dengan rendahnya kematangan moral penyelenggara negara. Akibatnya, maksud tujuan dan hakikat dari otonomi daerah jadi melenceng.
“Kita harus meluruskan arah ‘kiblat’ pembangunan nasional,” ucap akademisi Dr Jamaluddin Hos saat memaparkan wacana penerapan Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang digelar MPR RI di Universitas Muhammadiyah Kendari, Jumat (22/4).
Menurut dia, harus ada perubahan cara berpikir di pemerintah terkait pembangunan. Dari pemahaman bahwa negeri ini adalah warisan nenek moyang, menjadi negeri ini pinjaman dari anak cucu kita.
Akademisi lainnya, Prof Muh. Jufri Dewa mengatakan setelah Orde Baru perencanaan pembangunan ditetapkan oleh presiden. Faktanya, tak ada kesinambungan pembangunan antara presiden sebelum dan presiden sesudahnya. Penyebabnya, pembangunan dilakukan berdasarkan visi misi presiden masing-masing.
Seharusnya tiap presiden mengacu pada pola pembangunan nasional. Adanya kebutuhan itulah, ucap dia, yang membuat wacana penyusunan GBHN mengemuka saat ini. Namun dia juga memastikan penerapan GBHN saat ini berbeda dengan di era Orde Baru. “Bukan berarti adanya GBHN nanti akan mengubah sistem pemerintahan presidensial yang dianut negara kita,” bantah dia.
Sementara itu, Anggota DPD RI H Abdul Jabar Toba mengatakan wacana penerapan GBHN mencuat lantaran ada ketidakpuasan terkait pelaksanaan pembangunan sekarang. Kata Jabar, lewat acara bertema “Reformulasi Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dengan Model GBHN” ini, pihaknya berharap saran dan masukan untuk dibawa ke Senayan.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara