Tangki Liquefied Natural Gas (LNG) milik PT Perta Arun Gas di Terminal Penerimaan, Hub, dan Regasifikasi LNG Arun, Lhokseumawe, Aceh, Kamis (25/6). Dengan statusnya sebagai hub yang memiliki potensi kapasitas storage LNG sebesar 12 juta ton per tahun, Terminal Penerimaan, Hub, dan Regasifikasi LNG Arun memungkinkan Pertamina untuk mencari sumber pasokan LNG yang kompetitif dari berbagai sumber dan memasok berbagai destinasi pasar, dengan kebutuhan domestik sebagai prioritas utama. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/nz/15. *** Local Caption ***

Jakarta, Aktual.com – Adanya wacana kebijakan impor LNG oleh pemerintah disambut baik oleh kalangan industri, namun KADIN menekankan agar pemerintah memastikan bahwa impor LNG tersebut hanya berlaku atau diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan kalangan industri semata bukan untuk umum.

”Impor gas LNG memungkin kan dilakukan. Asal Pemerintah jangan memasukkan menjadi regulasi sebab Impor hanya membuat memenuhi kebutuhan bukan untuk di perdagangan umum, pemerintah harus tegas,” kata Wakil Komite Tetap Kadin Bidang Industri dan Petrokimia, Achmad Widjaja Rabu (12/10).

Menurutnya, pemerintah sudah seharusnya mengambil keputusan politik untuk bisa menekan harga gas, karena ada beberapa intervensi yang dibutuhkan untuk menggerakkan ekonomi nasional. Namun lanjutnya, kondisi yang ada saat ini menempatkan pemerintah terjebak dalam anggapan bahwa gas sebagai penerimaan negara bukan sebagai penggerak ekonomi.

“Misalnya Bontang dan Tangguh kan idle kenapa tidak di swap kan aja dengan porsi Import, keputusan politik ini yang tidak mau di level Pemerintah dan paradigma niaga gas masih di anggap income negara, bukan pendukung ekonomi seperti tetangga di ASEAN. Bahaya seperti itu,” tandasnya.

Sebelumnya pemerintah sedang memikirkan untuk mengambil kebijakan impor LNG sebagai strategi menekan harga gas terutama di Indonesia bagian barat.

“Seperti di Indonesia bagian barat, di Aceh, harus bawa LNG dari Papua ke sana, itu harus kita pikirin kenapa kita tidak impor saja dari somewhere, Malaysia atau Brunai biar lebih murah. Misal harga USD 3-4 per MMbtu. Di regasifikasi di situ, baru dipipakan ke Medan. Sampai di Medan kita hitung-hitung bisa USD 8 mengurangi dari USD 13,” kata Plt Menteri ESDM, Luhut Binsar Panjaitan.

(Laporan: Dadangsah Dapunta)

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Eka