Karena secara infrastruktur dan sumber daya, kampus lokal yang mapan belum mendominasi. Oleh karenanya, semangat yang dibagun pun harus semangat kolaborasi. Kolaborasi dengan kampus yang sudah ada di Indonesia saat ini. Meski pemerintah memberikan syarat khusus bagi PTA, termasuk soal nirlaba dan membangun kerjasama dengan PTS. Perlu dipastikan realisasinya.

PTS yang akan berkolaborasi dengan PTA, tentu PTS kelas menengah. Besar kemungkinan PTS yang berkolaborasi dengan PTA tersebut akan menetapkan harga yang tinggi, dengan konsekuensi atas persepsi peningkatan kualitas. Peta persaingan PTS kelas menengah pun akan terjadi. Satu sisi, PTS kecil harus rela berbagi “lahan” dengan PTS menengah yang turun kelas.

Keterbukaan harus disikapi dengan bijaksana dan tantangan era disrupsi telah hadir di sektor pendidikan. Apa yang mungkin terjadi? Mampukah, langkah ini mereduksi jumlah pelajar kita untuk belajar langsung ke luar negeri? Kalau kita berkaca, selama ini PTA diminati kalangan menengah ke atas.

Tetapi pembukaan perwakilan universitas asing di Indonesia belum tentu menarik minat segmen calon mahasiswa tersebut. Karena orang kuliah ke luar negeri, tujuannya kan buka semata-mata sekolahnya saja, tetapi juga ingin merasakan pengalaman tinggal di luar negeri. Belajar bagaimana kehidupan dan budaya di luar negeri sana. Lantas, saya tidak yakin bakal berbondong-bondong orang jadi kuliah di PTA yang bakal ada di dalam negeri. Sensasinya kan beda, kuliah di PTA yang di luar negeri dan di Indonesia, walaupun di kampus yang sama.

Kehadiran PTA di Indonesia harus dimaknai sebagai tantangan untuk memacu perubahan pelayanan pendidikan tinggi yang berkualitas. Baik PTN maupun PTS di Indonesia harus mampu bersaing secara sehat. Tidak hanya bersaing sesama perguruan tinggi dalam negeri, tetapi juga harus siap bersaing dengan PTA.

Sinergi dengan pemerintah, industri dan perguruan tinggi lintas negara juga diperlukan. Kampus jangan hanya menjadi pabrik pencetak ijazah. Harus ada link and match dengan kebutuhan industri. Lain cerita kalau PTA membawa sejumlah potensi dan peluang kerjasama dengan industri di negera asalnya. Bukan sekedar embel-embel kampus asing dengan ijazah dan sertifikasi yang diakui global. Perlu evaluasi dan kajian mendalam. Jangan sampai eksistensi kampus lokal, tergadai di tanah air sendiri!

Oleh : Fadly Alwahdy (Staf Pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta