Irjen Polisi Tito Karnavian mengikuti upacara pengucapan sumpah jabatan sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/3). Irjen Pol.Tito Karnavian sebelumnya menjabat Kapolda Metro Jaya. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/pd/16

Jakarta, Aktual.com — Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Tito Karnavian menolak wacana pembentukan lembaga pengawas dalam revisi UU nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Hal tersebut dinilai tidak perlu karena BNPT sejatinya telah diawasi oleh parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI).

“Pendapat saya tidak perlu, karena kita sudah diawasi DPR. Di BNPT pun untuk keuangan kita diaudit, predikat kita tiga tahun terakhir WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). Kita pun sangat terbuka pada BPK,” ujar Tito, di Jakarta, Kamis (2/6).

Oleh sebab itu, jika ada pihak yang mempertanyakan keterbukaan BNPT dalam pengelolaan dana maka hal tersebut tidak beralasan karena baik BNPT maupun Densus 88 telah menjalani proses audit secara transparan.

“Dan badan audit yang kredibel dan sah ya hanya BPK, dan kita sudah tahu semua predikat yang didapat hari ini,” ucapnya, menambahkan.

Sebelumnya PP Muhammadiyah menyarankan pemerintah untuk membentuk badan khusus yang mengawasi lembaga antiterorisme seperti BNPT dan Densus 88.

“Karena pengawasan tidak ada, akhirnya anggaran yang dikeluarkan tidak ada yang mengawasi. Misalnya, untuk Densus saja mencapai Rp1,9 triliun,” tutur anggota Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah Mustofa B. Nahrawardaya di Jakarta, Selasa (31/5).

Menurut dia, hingga saat ini tidak ada lembaga yang berwewenang untuk mengawasi akuntabilitas terkait penggunaan dan besaran dana yang dimiliki lembaga antiterorisme.

Sehingga penggunaan anggaran negara untuk pemberantasan tindak pidana terorisme tidak terkontrol, tukas Mustofa, menambahkan.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara