Jakarta, Aktual.com — Wacana perubahan subsidi listrik yang dicetuskan PLN dinilai tidak tepat karena sama saja mengurangi alokasi anggaran subsidi dalam APBN, kata analis Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Dani Setiawan.
“Kebijakan ini tentu tidak tepat. Pertama, secara ekonomi pengurangan-pengurangaN subsidi akan menurunkan daya saing nasional, terutama dlm menghadapi liberalisasi perdagangan yang kian agresif,” kata Dani Setiawan di Jakarta, Jumat (24/7).
Menurut dia, rencana pengurangan alokasi subsidi dalam APBN tidak bisa lepas dari komitmen pemerintah terhadap reformasi anggaran negara yang didesakkan oleh lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia.
Agenda tersebut, lanjutnya, terutama menyasar pada pos-pos alokasi subsidi energi dan pangan yang dianggap menghambat pelaksanaan agenda liberalisasi di kedua sektor tersebut.
Apalagi, mantan Ketua Koalisi Anti Utang (KAU) itu mengingatkan bahwa pemerintah saat ini tengah kesulitan mencapai target penerimaan pajak.
Ia juga mengingatkan bahwa subsidi energi termasuk listrik merupakan komponen penting untuk mempertahankan keberadaan sektor koperasi, usaha mikro dan usaha kecil menengah yang selama ini jadi penopang perekonomian nasional.
“Kedua, energi adalah kebutuhan primer masyarakat. Dan subsidi adalah hak rakyat. Pengalihan bentuk penyaluran subsidi melalui kartu adalah tindakan diskriminatif terhadap rakyat,” katanya dan menambahkan, sebabnya adalah pengelolaan listrik yang masih tidak efisien sehingga seharusnya tidak dibebankan kepada rakyat.
Sedangkan ketiga, Dani mencurigai bahwa rencana kebijakan ini merupakan bentuk “prakondisi” menuju liberalisasi sektor listrik yang didorong oleh kepentingan investor asing dan konglomerat nasional yang bermain di sektor penyediaan listrik.
Sebelumnya, Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir mengemukakan bahwa pihaknya ingin agar subsidi terkait dengan listrik diberikan langsung kepada orang miskin melalui program kartu bagi orang miskin yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah.
“Ke depan kami meminta pemerintah untuk memberikan subsidi dengan dibayar langsung oleh Pemerintah sesuai dengan jumlah orang miskin yang ada di data pemerintah,” kata Sofyan Basir usai mengikuti rapat tentang kelistrikan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (14/7).
Dengan demikian, menurut Sofyan, pada tahun 2016 diharapkan subsidi listrik tidak melalui pihak PLN, tetapi dimasukkan langsung kepada kartu bagi orang miskin.
Bila hal itu diterapkan, kata dia, beban subsidi listrik dinilai dapat berkurang hingga sekitar Rp20 triliun–Rp30 triliun per tahun.
Selama ini, kata Dirut PLN Sofyan Basir, subsidi diberikan kepada pemakai listrik 450 watt dan 900 watt dinilai tidak efektif karena terbukti tidak mengena seluruhnya kepada orang miskin.
Sofyan mengingatkan bahwa jumlah orang miskin sesuai dengan data pemerintah adalah sekitar 15 juta orang. Akan tetapi, ada 44 juta orang yang memakai saluran listrik bersubsidi. “Ini tidak baik dan tidak mendidik bagi masyarakat,” katanya.
Ia mengungkapkan bahwa Wapres Jusuf Kalla meminta ide tersebut dapat dibahas secara mendalam.
Artikel ini ditulis oleh: