Bogor, Aktual.com – Anggota Dewan Pers Jimmy Silalahi meminta media massa dan insan pers tidak mengutip khotbah kegamaan dari pemuka agama. Khotbah keagamaan, dikatakan Jimmy, sebagai hal yang bersifat privasi.
Menurutnya, setiap insan pers harus menghormati substansi sebuah khotbah atau ceramah keagamaan. Meski khotbah keagamaan secara praktiknya dilakukan di tempat terbuka, namun hal tersebut tetaplah bersifat privat.
“Kalau keagamaan sudah pasti sudah bersifat privat walaupun tempat terbuka, walaupun ada media atau alat pengeras suara yang membuat itu terdengar ke mana-mana,” ungkap Jimmy di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (14/4) kemarin.
Menurut Jimmy, khotbah-khotbah keagamaan sangat berbeda dengan cara kerja pers yang merujuk pada unsur-unsur pertanyaan yang mendasar (apa, bagaimana, di mana, kapan, siapa dan mengapa) atau biasa disebut 5W+1H (What, When, Where, Why, Who, How).
Sedangkan khotbah-khotbah kegamaan, jelasnya, disampaikan tanpa mengutamakan unsur 5W+1H lantaran hanya sepihak dan tak melakukan klarifikasi atau cek dan ricek.
“Sekali lagi, pers itu tetap pers. Apa yang didapat diolah terlebih dahulu. Harus benar-benar dipastikan, substansinya harus sudah diverifikasi, harus berimbang,” tegasnya.
Ia menambahkan, isi khotbah biasanya subjektif dari pengkhotbah, penceramah atau rohaniawan. Oleh karena itu, Dewan Pers tidak pernah mengajurkan isi korbah bulat-bulat dijadikan berita.
“Harus cek dan ricek. Karena bayangkan isi kotbah yang penuh dengan pesan rohani, hubungan manusia dengan Tuhan. Kalaupun ada isinya menyangkut persoalan sosial, kemasyarakatan, politik, pasti dibungkus dalam keagamaan. Jadi itupun yang menyampaikan satu orang,” ungkapnya.
Sementara itu, menurut dia, produk jurnalistik yang dihasilkan pers tidak hanya menyangkut satu orang, tetapi juga menyangkutkan hal atau orang lain. Karenanya, pers berkewajiban untuk mengecek, mengonfirmasi, dan verifikasi dari pihak lain.
Ia juga meminta insan pers untuk lebih bijaksana dalam membuat berita khotbah keagamaan. Isi khotbah, menurutnya, bisa saja dijadikan sebagai latar belakang sebuah berita.
“Tidak masalah kalau isi khotbah dijadikan background (latar belakang berita), kemudian anda keep itu, nanti kalau anda menilai ada yang menarik, silakan doorstop (wawancara) di luar. Kemudian bisa hadirkan narasumber yang lain sebagai pembanding atau pelengkap, itu baru namanya berita. Kalau bulat-bulat mengutip isi khotbah, itu salah jadinya,” pungkas Jimmy.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan