Jakarta, Aktual.com — Penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar dari Rp6.900 menjadi Rp6.700 tidak dirasakan dampaknya oleh nelayan-nelayan di Kupang, kata Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kupang Maxi Ndun, Selasa (13/10).

“Penurunan tersebut sama sekali tidak berdampak kepada nelayan-nelayan di Kupang. Karena harga penurunannya juga tidak jauh-jauh dari harga sebelumnya,” ujarnya di Kupang.

Sebelumnya untuk memperbaikai iklim usaha khususnya untuk menekan biaya produksi dan transportasi berbagai kebijakan diluncurkan salah satunya dengan menurunkan harga BBM yang mulai aktif berlaku pada Kamis (1/10) lalu.

Namun penurunan itu, hanya berlaku bagi harga Solar sementara Premium masih berada pada harga yang sama yakni Rp7.400 perliter untuk wilayah Jawa, Madura dan Bali, sementara harga Rp7.300 perliter diberlakukan di luar pulau Jawa, Madura dan Bali.

Lebih lanjut Maxi menilai bahwa, akan lebih baik jika terjadi penurunan yang signifikan bagi BBM jenis Solar dari pada penurunan harga gas, karena penurunan harga gas tersebut sudah pasti akan dinikmati oleh masyarakat di Pulau Jawa.

“Kalau kita di sini, masih banyak orang menggunakan minyak tanah, sementara gas hanya beberapa orang yang mengerti saja,” tuturnya.

Menurutnya, akan lebih baik jika pembangunan Solar Packed Dealer (SPD) untuk Nelayan segera dibangun sehingga nelayan mempunyai Solar dengan harga yang telah di sepakati.

“Kalau ada kenaikan atau penurunan harga Solar, nelayan-nelayan kita tidak perlu cemas, karena memang dengan adanya SPD itu, harga sudah menjadi patokan dari nelayan,” ujarnya.

Namun sayangnya saat ini bangunan SPD yang ada di Tenau Kupang dan beberapa daerah lainnya tidak dimanfatkan, sehingga nelayan-nelayan di Kupang dan sekitarnya harus membeli Solar dari luar dengan harga yang mahal.

Terkait penurunan harga Solar tersebut, hal senada juga disampaikan oleh Ketua Aliansi Nelayan Tradisional Laut Timor, H Mustafa. Menurutnya, penurunan Solar itu walupun berdampak tapi tidak memberikan rasa bahagia bagi nelayan-nelayan.

“Justru ada yang bilang mengapa tidak turun sampai Rp5.000? Sebab penurunan Rp200 itu tidak memberikan dampak apa-apa bagi nelayan-nelayan tradisional di laut Timor,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan