Defisitnya neraca perdagangan yang ditambah sulitnya ekspor non-migas Indoensia untuk menutupi hal tersebut menunjukkan bahwa Arab Saudi belum memberikan kepercayaan tinggi untuk produk-produk non-migas Indonesia. Dirjen Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan menyalahkan peraturan Arab Saudi yang ketat dalam mengimpor barang dari negara lain.
Namun, alasan tersebut tentunya tidak dapat ditolerir karena negara lain tetap dapat mengekspor barang tanpa kesulitan. Selain itu, ketatnya peraturan adalah hal yang wajar bagi sebuah negara untuk melindungi masyarakatnya dari produk yang berdampak buruk.
Tingkat investasi Arab Saudi di Indonesia pun tidak membahagiakan yaitu urutan ke-57. Hal inilah yang berusaha diperjuangkan oleh Jokowi dalam kedatangan raja Salam kemarin. Pertanyaannya adalah selama ini apa saja yang sudah dilakukan Indonesia karena hubungan bilateral dengan Arab Saudi sudah berlangsung sejak lama bahkan beberapa tahun setelah kemerdekaan.
Apakah pemerintah melihat Timur Tengah hanya dari sudut pandangan sosial-agama sehingga sektor perekonomian tidak maksimal? Atau pemerintah Indonesia sendiri yang tidak serius untuk untuk melakukan kerja sama ekonomi dengan Arab Saudi?
Pada akhirnya, jika Jokowi ingin serius untuk memperbaiki hubungan dengan negara Timur Tengah sudah bukan saatnya lagi menyesal. Terus menerus menunjukkan kinerja pemerintah yang meyakinkan negara-negara lain adalah cara paling baik untuk dilakukan.
Selain itu, memperbaiki sektor-sektor yang menghambat hubungan perdagangan adalah pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk membuat masa depan hubungan bilateral Indonesia dan Arab Saudi menjadi lebih baik.
Artikel ini ditulis oleh: