Jakarta, Aktual.com – Pada tanggal 13 Agustus, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Ahmad Muzani, mengekspresikan penolakannya terhadap usulan amendemen konstitusi yang mencakup kemungkinan pemilihan presiden kembali melalui MPR. Usulan ini sebelumnya diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Muzani berpendapat bahwa dengan adanya pemilu langsung oleh rakyat, demokrasi Indonesia sudah mencapai tingkat kemajuan yang memadai.
“Maju telah menjadi capaian kita. Demokrasi Indonesia telah mencapai tingkat yang signifikan, di mana presiden dipilih secara langsung oleh rakyat,” kata Muzani di area kompleks Gelora Bung Karno (GBK), pada hari Minggu, tanggal 13 Agustus.
Muzani kemudian membandingkan antara Pasal 1 ayat (2) konstitusi sebelum dan setelah dilakukannya amendemen.
Sebelum amendemen, pasal tersebut menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR.
“Maka dari itu, MPR memiliki wewenang dalam pemilihan presiden, merumuskan program presidensial yang dikenal sebagai GBHN, serta memberhentikan presiden dan wakil presiden. Karena itu, MPR berperan sebagai lembaga puncak negara,” ucapnya.
Namun, melalui amendemen ketiga, pasal tersebut diubah menjadi menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Dasar.
Muzani menjelaskan bahwa amendemen pada pasal tersebutlah yang mengubah peran MPR dari lembaga puncak negara menjadi lembaga negara yang hanya bertanggung jawab atas pelantikan presiden. Ia menegaskan bahwa demokrasi yang telah mencapai kemajuan tidak memerlukan langkah mundur.
Meskipun demikian, Muzani menyatakan bahwa ia menghormati pandangan yang berbeda. Namun, ia menegaskan bahwa jika terdapat usulan untuk mengembalikan peran MPR sebagai lembaga puncak negara, langkah tersebut harus melewati proses amendemen konstitusi.
Proses pengamendemenan konstitusi akan tergantung pada pendapat fraksi-fraksi di parlemen.
Muzani menambahkan, “Saat ini, partai-partai politik sedang fokus pada persiapan pemilu. Oleh karena itu, waktu untuk hal ini mungkin agak terbatas,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua DPD, La Nyalla Mattalitti, telah mengusulkan sejumlah poin perubahan konstitusi.
Ia berpendapat bahwa reformasi konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 sebenarnya telah menghasilkan konstitusi yang tidak lagi menempatkan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi.
Salah satu usulannya adalah mengembalikan peran MPR sebagai lembaga puncak negara. Selain itu, MPR juga akan memiliki kewenangan untuk memilih presiden.
“MPR akan bertanggung jawab dalam pemilihan dan pelantikan presiden. Selain itu, MPR juga akan mengevaluasi kinerja presiden pada akhir masa jabatannya,” kata La Nyalla dalam pernyataan resminya pada hari Jumat, tanggal 11 Agustus.
Artikel ini ditulis oleh:
Ilyus Alfarizi