Terdakwa kasus dugaan penistaan Agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memasuki ruang sidang di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (13/2). Dalam sidang ke-10 kasus penitasan agama tersebut Jaksa Penuntut Umum rencananya menghadirkan 4 saksi ahli. Media Indonesia-Pool/RAMDANI
Terdakwa kasus dugaan penistaan Agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memasuki ruang sidang di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (13/2). Dalam sidang ke-10 kasus penitasan agama tersebut Jaksa Penuntut Umum rencananya menghadirkan 4 saksi ahli. Media Indonesia-Pool/RAMDANI

Jakarta, Aktual.com – Ahli agama Islam, KH Miftachul Akhyar tak mempermasalahkan keikutsertaan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta. Sebab pada dasarnya, konstitusi menjamin bahwa hal tersebut merupakan hak setiap warga negara Indonesia.

Namun masalahnya, pernyataan Ahok soal surat Al Maidah ayat 51, di Pulau Pramuka akhir September 2016 lalu, dianggap telah masuk ke ranah berbeda, yakni agama.

“Iya salah, karena dia (Ahok) masuk ke ruang lain. Coba dia, kalau bilang ‘konstitusi menjamin non muslim mencalonkan’, nggak ada masalah. Salahnya, dia itu loncat, masuk ke ruang lain yang bukan ruangnya,” ujar KH Miftachul saat persidangan kasus penodaan agama, di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (21/2).

Ditegaskan ahli agama yang juga Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini, bukan cuma Ahok yang bisa dianggap menodai agama. Umat muslim pun, jika berbicara seperti yang dikatakan Ahok di Pulau Pramuka, bisa dicap sebagai penoda agama Islam.

“Makanya saya katakan tadi, kalau relawannya yang ucapkan, relawannya, walaupun calonnya non muslim, tapi relawannya yang ucapkan, relawannya yang kita anggap penistaan.”

“Siapapun yang ucap, ulama yang ucapkan, kena. Saya yang mengatakan jangan mau dibohongi Al Maidah, saya yang kena penistaan,” tegasnya.

Menurut Miftachul, ada satu hal yang tidak dipikirkan oleh Ahok, bahwa konstitusi juga menjamin hak rakyat untuk memilih pemimpin yang seiman.

“Jadi kita bedakan. Konstitusi itu memang mendukung (non muslim jadi pemimpin). Tapi konstitusi kita juga memberikan ruang pada kita yang muslim, untuk memilih pemimpin muslim. Itu juga hak di konstitusi kita. Itu juga harus dihormati,” pungkasnya.

Laporan: M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby