Jakarta, Aktual.com – Ketua Dewan Pakar Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta, Bagong Suyoto menilai besaran dana pengelolaan sampah warga DKI di Bantargebang Kota Bekasi, relatif kecil bila dibandingkan dengan negara maju.
“Saat ini besaran dana kompensasi sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang dari Pemprov DKI Jakarta Rp123 ribu per ton dari total 6 ribu ton lebih volume sampah per hari,” katanya di Bekasi, Jumat (13/11).
Berdasarkan data yang dirilis Walhi, kata dia, besaran dana pengolahan sampah itu masih relatif sedikit bila dibadingkan dengan negara maju.
Dia mencontohkan, biaya pengolahan sampah tertinggi saat ini masih dipegang Tokyo sebesar Rp5,4 juta per ton.
“Swedia Rp2,5 juta per ton dan Inggris, Polandia, Italia serta Jerman sekitar Rp1 juta hingga Rp2 juta per ton,” katanya.
Menurut Bagong, biaya pengolahan sampah DKI yang sedikit itu, tidak sebanding dengan rencana mewujudkan teknologi pengolahan sampah yang modern di TPST Bantargebang.
Dia menilai wajar bila terjadi pencemaran air tanah oleh cairan lindi yang berasal dari sampah, sebab sistem pengolahan sampahnya belum maksimal.
“Lagipula kita harus lihat juga, bahwa TPST Bantargebang bukan satu-satunya yang menyumbang air lindi ke air tanah warga. Di Bantargebang ada juga Tempat Pembuangan Akhir sampah Kota Bekasi, dan pabrik-pabrik,” katanya.
Sementara harga karpet sebagai geomembran sampah relatif mahal harganya, yakni berkisar 700 hingga 800 dollar per meter.
“Sementara luas TPST Bantargebang saat ini mencapai 110 hektare,” katanya.
Dikatakan Bagong, kelemahan sistem pengolahan sampah TPST Bantargebang juga nampak dari tidak adanya buffer zone sebagai area tanaman hidup untuk menghalau polusi udara akibat bau sampah.
“Buffer zone itu perlu dibuat berupa beton dan tanaman hidup di sekeliling TPST agar lokasinya terpisah dengan pemukiman penduduk,” ujarnya.
Artikel ini ditulis oleh: