Jakarta, Aktual.com – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengkritisi pembangunan Apartemen Palm Regency setinggi 33 lantai di Jl Wahid Hasyim, Pinang, Kota Tangerang, Banten. Sebab, berdiri pada lahan yang tidak sesuai peruntukannya.

Berdasarkan dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal) yang diterima pihaknya, kata Divisi Kajian dan Amdal Walhi DKI, Dedi Ahmad, seharusnya bangunan yang berdiri di zona perdagangan dan jasa tersebut maksimal tingginya mencapai 15 lantai, sesuai Pasal 78 poin (3) Perda RTRW Kota Tangerang.

“Dan berdasarkan info dari warga, lokasi tersebut termasuk lokasi rawan banjir,” ujarnya dalam keterangan tertulis kepada Aktual.com, Selasa (14/6).

Dengan demikian, seharusnya tinggi maksimal yang diizinkan hanya empat lantai, sebagaimana Pasal 76 poin (2) Perda RTRW Kota Tangerang.

“Apabila ditelisik dalam peraturan, sudah jelas (pendirian Apartemen Palm Regency) melanggar perda tersebut,” tegas Dedi. Anehnya, proses perizinan tetap diberikan.

Terlebih, ungkap Dedi, berdasarkan informasi dari BLHD Kota Tangerang, proses perizinan lingkungan hunian vertikal tersebut telah memasuki masa perbaikan dokumen pasca-sidang amdal.

“Ajaibnya, sidang tetap berjalan hingga sidang amdal. Padahal, rencana kegiatan jelas-jelas menyalahi peruntukkan, tinggi bangunan lebih dari 15 lantai,” ketusnya.

Kata Dedi, sidang tersebut bertentangan dengan Pasal 4 Peraturan Pemerintah (PP) No. 27/2012 tentang Izin Lingkungan, yakni apabila lokasi rencana usaha/kegiatan tidak sesuai tata ruang, maka dokumen amdal tidak dapat dinilai dan wajib dikembalikan ke pemrakarsa.

Bagian Skema Tahapan Penilaian Dokumen Amdal pada Permen LH No. 24/2009, imbuhnya, juga jelas menyatakan rencana usaha/kegiatan wajib ditolak bila rencana lokasi suatu usaha/kegiatan tersebut terletak pada lokasi yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

Dedi pun mengingatkan, bahwasanya pejabat yang mengeluarkan izin tidak sesuai dengan RTRW sesuai Pasal 37 ayat (7) UU No. 26/2007, dapat dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp500 juta. Sedangkan bagi pengembang, sesuai Pasal 69, dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp500 juta.

“Kita akan lihat, apakah BLHD tidak mengindahkan peringatan walhi atau tetap memenuhi keinginan pengembang yang jelas-jelas melanggar perda,” tukasnya.

Artikel ini ditulis oleh: