Hingga kini, Amdal Pulau C dan D sendiri masih dalam pembahasan dan di tengah tahap penyerapan aspirasi dari berbagai pihak. Afif pun menilai bahwa Amdal yang dibuat ulang ini masih belum sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
“Pembahasannya, mereka melampirkan Peraturan Gubernur, Peraturan Menteri dan itu semua di bawah peraturan undang-undang. Kita (Indonesia) punya hierarki peraturan undang-undang,” ungkapnya.
Pembahasan AMDAL, lanjut Afif, hanya menjadi formalitas dan sebatas proses melegitimasi pelaksanaan rencana tanpa benar-benar memandang hal-hal yang substansial. Menurutnya, PT Kapuk Naga Indah (PT KNI) sebagai pengembang Pulau C dan D bersama Pemprov DKI Jakarta harus melakukan Judicial Review undang-undang yang terkait dengan pelaksanaan reklamasi di Mahkamah Konstitusi.
“Ini sudah tidak benar nih, cara ini hanya untuk melegitimasi pulau C dan D, tetapi melanggar perundang-undangan,” imbuhnya.
“Kalau enggak (Judicial Review) otomatis UU ini harus ditaati. Secara tidak langsung, ini pembangkangan dari DPR itu sendiri, DPR sudah tidak dianggap sebagai pembuat undang-undang, DPR tidak lagi berguna bagi masyarakat,” tegasnya.
Afif memutuskan angkat kaki dari sidang pembahasan AMDAL yang dilaksanakan di kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Cililitan, Jakarta Timur. Sidang ini merupakan forum yang diprakarsai oleh PT KNI.
Pelaksanaan reklamasi Pulau C dan Pulau D juga diduga melanggar enam aturan dari undang-undang hingga peraturan menteri. Tiga undang-undang dari enam aturan yang dilanggar tersebut antara lain UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang; UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana telah diubah dengan UU No.1 Tahun 2014; dan UU No 32 tahun 2009 tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup.
Selain tiga UU di atas, pelaksanaan reklamasi Pulau C dan D juga diduga telah melanggar tiga Peraturan Menteri (Permen), yaitu Permen PU No.06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan; Permen LH No.05 tahun 2012 Tentang Jenis Rencana Usaha dan/kegiatan yang wajib memiliki Analisis mengenai dampak lingkungan; dan Permen Kelautan dan Perikanan No. 17/Permen-KP/2013 Tentang Perijinan Reklamasi Di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil sebagaimana telah diubah dengan Permen Kelautan dan Perikanan nomer 28/Permen-KP/2014.
Laporan Teuku Wildan
Artikel ini ditulis oleh: