Jakarta, Aktual.com – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Papua, menyatakan bahwa selama 50 tahun beroperasi di Papua, PT Freeport Indonesia (PTFI) telah merusak lingkungan di sekitar lokasi penambangan. Dampak kerusakan lingkungan ini tidak disertai dengan tindakan pemulihan lingkungan oleh PTFI.

“Tahun 2016, Walhi Papua melakukan monitoring di wilayah pesisir suku Kamoro, Kampung Pasir Hitam. Hasil dialog dengan masyarakat setempat menunjukan adanya permasalahan tentang akses pemenuhan hidup sehari-hari,” ungkap Anggota WALHI Papua, Aiesh Rumbekwan dalam siaran persnya yang diterima Aktual.com di Jakarta, Jumat (24/2).

Menurut Aiesh, masyarakat Suku Kamoro, Pasir Hitam tidak pernah mengalami gangguan dalam menangkap ikan di wilayah perairan tersebut sebelum Freeport mengeruk kekayaan alam di Papua. “Hasil tangkapan ikan yang dulunya selesai mencari, bisa tinggal beberapa saat sebelum dibawa ke pasar. Saat ini setelah menangkap ikan, jika tidak segera memasukkan es batu (pendingin), ikan-ikan tersebut akan membusuk,” ungkapnya.

Selain itu, pengerukan SDA di Papua oleh Freeport juga membuat perairan yang biasa digunakan sebagai tempat memasarkan ikan tangkapan nelayan menjadi lebih dangkal, sehingga pemasaran ikan pun menjadi tidak maksimal. Masyarakat, disebut Aiesh, harus menunggu air pasang untuk memasarkan ikan hasil tangkapan mereka.

“Untuk menunggu air naik kembali, kami harus menunggu dari pagi hingga siang hari. Dengan kondisi seperti ini, beberapa ikan sudah tidak layak dijual (membusuk),” ucapnya.

Pendangkalan ini sendiri disebabkan oleh adanya limbah railing yang terdapat di wilayah perairan Pasir Hitam. Aiesh mengatakan bahwa dampak limbah railing ini telah diketahui berdasarkan hasil studi yang dilakukan Yayasan Lingkungan Indonesia (YALI) terhadap Papua yang menunjukan adanya unsur logam berat berbahaya di dalam pangan lokal (tambelo) masyarakat Kamoro, yang terdampak limbah railing.

 

Laporan: Teuku Wildan

Artikel ini ditulis oleh: