Palu, aktual.com – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah memprotes Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) khususnya Balai Wilayah Sungai Sulawesi Tengah III terkait rencana pembangunan tanggul/dinding penahan pantai dan tsunami di Teluk Palu.

Protes itu berkaitan dengan konsultasi publik yang digelar oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Air dalam rangka studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan penyusunan LARAP pembangunan tanggul/dindin penahan pantai dan tsunami yang telah berlangsung pada Jumat 24 Mei 2019 di Palu.

Direktur WALHI Sulteng Abd Haris Lapabira, di Palu, Minggu (26/5), mengemukakan bahwa konsultasi itu sangat jauh dari substansi konsultasi publik yang telah digelar pada beberapa hari kemarin, karena tidak berisi teknis-tehnis perencanaan pembangunan tanggul. Konsultasi ini terkesan dipaksakan dan hanya mengejar target.

“Dalam konsultasi itu, tidak ada presentasi yang jelas dalam perencanaan pembangunan tanggul. Kalau kita bicara soal analisis studi tentang dampak lingkungan, itu bisa digambarkan secara spesifik oleh tim pembuat studi Amdal tentang apa-apa saja yang akan dibuat dan berdampak dalam perubahan bentang alam. Harusnya dalam konsultasi itu ada adu gagasan yang ilmiah karena studi Amdal ini disusun oleh para ahli dan sebagainya, tapi itu tidak ada,” kata Haris Lapabira.

Haris mengatakan, sejak lama WALHI sudah melakukan advokasi di wilayah Teluk Palu dan banyak temuan yang didapatkan, mulai dari pelanggaran tata ruang dan pengabaian peraturan-peraturan yang lain dan itu tidak dijelaskan dalam prersentasi ini.

“Dalam presentasi konsultasi itu terang dijelaskan bahwa proses pembangunan ini adalah permintaan dari Menteri. Kalau ini mendengarkan dari menteri, kapan mendengarkan tuntutan dari masyarakat dan pegiat lingkungan lainnya? kalau mau disatukan, proses pembangunan tanggul di Teluk Palu dan tanggul drinase dari kementerian, apakah dokumennya sama? nah kalau sama, dokumennya mana? Sebenarnya tidak ada konsultasi studi Amdal disini. Jadi kalau presentasi ini mau dijadikan acuan dalam penyusunan Amdal, ini tidak layak. Ini tidak mencerminkan proses penyusunan Amdal yang dilakukan oleh para akademisi,” sebut Haris.

Ia juga menyebut pembangunan pascabencana di Kota Palu sebaiknya tidak hanya menjadi “pesanan dari para sponsor misalnya ADB dan dari JICA”. Kalau memang pembangunan ini benar untuk kebutuhan masyarakat, harusnya persoalan-persoalan yang dijelaskan oleh beberapa perwakilan masyarakat tadi, (soal tanah warga dan lain sebagainya) sudah selesai sejak diawal, lalu kemudian dikonsultasikan.

Pembangunan tanggul itu, menurut dia, seperti dipaksakan seolah-olah ada agenda besar dalam pembangunan tersebut. Apalagi seperti yang dijelaskan dalam konsultasi itu bahwa pembiayaan pembangunan menggunakan dana utang. Jangan sampai semangat kita untuk memperbaiki daerah, justru akan melahirkan masalah baru terhadap masyarakat. Jadi jangan sampai pembangunan ini hanya menjadi ilusi bagi masyarakat.

Walhi Sulawesi Tengah lewat Haris memprotes keras konsltasi publik tersebut, karena ini tidak mencermintan kunsultasi publik studi Amdal, dia meminta agar konsultan dan pemerintah segera turun ke lapangan untuk bertemu kembali dengan warga dan mendengarkan keinginan warga atas rencanan pembangunan ini.

“Hentikan saja Konsultasi Studi Amdal ini, Konsultan harus kembali bertemu dengan warga dan meminta masukan warga atas rencana ini, apakah warga setuju atau tidak. Setelah itu baru lakukan penyusunan kajian Amdal,” ujar dia.

Warga mendukung statment Direktur WALHI ini, dan meminta konsultan dan pemerintah agar melakukan sosialisasi terlebih dahulu bersama warga agar tidak terbangun kesalahan persepsi di tengah masyarakat terkait pembangunan tanggul laut ini.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin