Jakarta, aktual.com – Pengembang proyek reklamasi Center Point of Indonesia (CPI) di Pantai Losari, Makassar, Sulawesi Selatan, menuai kritik dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Direktur Walhi Sulawesi Selatan, Muhammad Al Amin, mendesak agar CPI, yang digarap oleh grup Ciputra, bertanggung jawab atas abrasi yang terjadi di pesisir Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, sebagai dampak dari reklamasi yang berlangsung sepanjang 2017-2018.
Pasalnya, sebelum dilakukan reklamasi abrasi yang terjadi di Galesong hanya menimpa beberapa desa dan bersifat musiman semata. Namun setelah penambangan pasir berlangsung, abrasi terjadi secara merata di hampir semua desa pesisir pantai Galesong.
“Dalam catatan Walhi, ada 11 desa yang terkena dampak abrasi akibat penambangan pasir laut untuk reklamasi. Dari jumlah itu, lima desa di antaranya dikategorikan parah karena ada 27 rumah yang rusak berat,” kata Al Amin, kepada media, ditulis Selasa (11/2).
Dia menambahkan, penambangan pasir laut selama kurun waktu 2017-2018 dilakukan tanpa mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sejatinya aktivitas tambang pasir laut maupun kegiatan reklamasi dilarang oleh peraturan perundang-undangan.
Selain itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan DPRD Sulsel telah merekomendasikan agar aktivitas reklamasi dihentikan sementara hingga disahkannya peraturan daerah tentang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil. Namun semua itu diabaikan begitu saja oleh CPI sehingga menimbulkan banyak masalah.
“Hingga akhirnya terjadilah abrasi seperti saat ini, di mana 27 rumah mengalami kerusakan. Kemudian akses nelayan ke pantai terganggu, juga kompleks pemakaman warga tergerus akibat abrasi. Pendapatan nelayan tradisional juga menurun sampai 80% akibat terganggunya ekosistem pantai karena pengerukan pasir laut demi proyek raksasa CPI,” kata Amin.
Dia menjelaskan bahwa secara alamiah reklamasi niscaya membawa dampak negatif. Pasalnya, pasir merupakan sala satu dari tiga reduktor gelombang ombak di perairan Galesong selain karang dan lamun. Penyedotan pasir untuk proyek reklamasi menimbulikan rongga sedalam 10-20 meter yang dapat mengakibatkan perubahan ekosistem.
“Maka, ketika ombak datang menuju daratan, tidak ada bantalan yang menghambat laju ombak ke daratan,” tutur Amin.
Berdasarkan hal-hal tersebut, dia menilai bahwa proyek reklamasi tidak memiliki dasar hukum yang kuat, bahkan melanggar hukum.
Seperti diberitakan sebelumnya, reklamasi Pantai Losari untuk pembangunan kawasan elite CPI dikerjakan oleh patungan antara Grup Ciputra dengan PT Yasmin Bumi Asri, yaitu perusahaan yang mewakili Pemprov Sulsel dalam proyek tersebut. Dari 157 hektar kawasan reklamasi CPI, 50 hektar di antaranya dimiliki oleh Pemprov Sulsel seluas.
Menurut Amin, jika merujuk pada UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, maka seharusnya Pemrov Sulsel lebih dulu membuat peraturan daerah (perda) tentang penataan wilayah pesisir ataupun pulau-pulau kecil. Namun faktanya Pemrov Sulsel mengizinkan pembangunan proyek CPI sebelum perda dimaksud terbit.
Padahal pada tahun 2017 Pemrov Sulsesl telah diingatkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan agar berhati-hati memberi izin proyek reklamasi. KKP sendiri dengan jelas menyatakan tidak merekomendasikan pembangunan proyek CPI sebelum zonasi penataan wilayah pesisir diatur dalam perda. Terlebih lagi, wilayah reklamasi pantai Losari termasuk di dalam rencana kawasan strategis nasional sehingga pembangunannya memerulkan persetujuan dari kementerian terkait.
Amin menandaskan bahwa berbagai persoalan di atas harus ditangani dan segera diselesaikan demi keadilan bagi warga masyarakat yang terdampak oleh rekklamasi.dalam konteks ini, maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus mengajak semua pihak terkait, terutama nelayan sekitar, untuk duduk bersama membahas jalan keluarnya. Pemerintah juga perlu mendengar masukan langsung dari warga masyarakat seputar dampak abrasiyang diakibatkan oleh penambangan pasir laut untuk reklamasi.
“Dengan demikian, Walhi berharap pihak pengembang mau bertanggung jawab penuh atas persoalan yang ditimbulkan,” tandas Amin.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin