“Keempat substansi pembahasan ini harus dilaksanakan satu paket, ini yang menjadi bekal kami berdasarkan arahan dari Pak Menteri (ESDM),” kata Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (4/5).

Sebagaimana dikatakan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya potensi kerugian negara akibat operasional PT Freeport Indonesia di Papua sebesar Rp 185,58 triliun. Penyebabnya adalah sejumlah pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan asal Amerika Serikat itu.

Temuan ini dituangkan BPK dalam hasil pemeriksaaan dengan tujuan tertentu atas penerapan kontrak karya Freeport Indonesia tahun anggaran 2013 hingga 2015.

Dalam penyampaian BPK setidaknya tersapat 6 unsur pelanggaran. BPK menemukan penggunaan tanpa izin kawasan hutan lindung dalam kegiatan operasional pertambangan Freeport seluas minimal 4.535,93 hektare. Alkibatnya, negara berpotensi merugi sekitar Rp 270 miliar.

Kedua, terdapat kelebihan pencairan jaminan reklamasi Freeport sebesar USD 1,43 juta atau Rp 19,4 miliar sesuai kurs tengah Bank Indonesia per 25 Mei 2016. Berdasarkan penghitungan ulang BPK, dana tersebut seharusnya masih ditempatkan pada Pemerintah Indonesia.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Andy Abdul Hamid