Surabaya, Aktual.com – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyatakan banyak warga pendatang dari luar daerah di Kota Pahlawan, Jawa Timur, yang menumpang alamat kartu keluarga (KK) pemilik indekos atau rumah kontrak.
“Mereka pindah masuk menjadi penduduk KK Surabaya dengan menumpang alamat kos yang dijamin oleh pemilik rumah,” kata Eri Cahyadi dalam keterangannya, Minggu (30/7).
Untuk itu, Wali Kota Eri meminta kepada pemilik indekos atau kontrakan tak hanya sekadar menjadi penjamin alamat bagi warga pendatang.
Namun, ia meminta apabila warga indekos itu dari keluarga miskin atau tidak mampu, maka pemilik rumah juga harus menanggungnya.
“Jadi yang punya alamat, kalau nanti alamatnya dipakai, maka ke depannya pemilik alamat itu membuat surat pernyataan. Pertama, akan membantu biaya pendidikan, kesehatan, dan lain-lain yang dibutuhkan oleh yang menumpang. Jadi tidak meminta kepada pemkot. Karena kalau tidak, gimana nasib orang Surabaya,” katanya.
Selain itu, Wali Kota Eri mengaku akan berkonsultasi dengan Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Jakarta.
Konsultasi akan dilakukan terkait bagaimana kebijakan yang harus diterapkan kepada warga luar daerah yang menumpang KK atau KTP menggunakan alamat kos.
“Saya sampaikan nanti setelah bertemu Dirjen Kemendagri, bahwa kalau ada keluarga yang masuk, nitip menjadi keluarga, ini maka KTP-nya bagaimana,” ujarnya.
Namun demikian, kata dia, yang pasti mulai tahun depan, intervensi bantuan apapun dari pemkot tidak lagi melihat KTP, tapi berpedoman pada KK. Termasuk pula terhadap zonasi sebagai syarat untuk pendaftaran peserta didik baru di sekolah.
“Tahun depan, maka bantuan ataupun sekolah yang kami berikan, tidak melihat KTP, tapi melihat KK. Kalau KK-nya adalah (statusnya) family lain, maka tidak akan kami beri bantuan,” ucap Cak Eri panggilan akrabnya.
Selain itu, Cak Eri menyebut, bahwa warga asal luar daerah yang menumpang alamat KK Surabaya, ke depan harus bersedia tidak menerima bantuan apapun dari pemkot. Kebijakan ini sebagai bentuk keberpihakan pemkot kepada warga asli atau penduduk Surabaya.
“Jadi kalau mereka titip alamat, mereka buat surat pernyataan bahwa mereka tidak akan mendapatkan bantuan apapun dari pemkot. (Termasuk) tidak dihitung dalam zonasi (sekolah),” katanya.
“Kedua, kalau ada rumah atau kos (digunakan alamat KK), silahkan diperbolehkan. Tapi yang meminjamkan alamat maka dia harus memberikan bantuan yang dibutuhkan,” ujarnya.
Ia mengaku, sebelumnya juga sempat berkomunikasi dengan Dirjen Dukcapil Kemendagri terkait warga menumpang KK Surabaya menggunakan alamat kos. Pada intinya, hal itu diperbolehkan namun harus ada penjamin dari pemilik kos atau rumah.
“Kemarin kami sudah kontak, tidak jadi masalah. Yang tidak diperbolehkan adalah membatasi warga masuk ke Surabaya. Tapi kalau warga kota lain masuk ke Surabaya, maka dia harus punya rumah, alamat dan pekerjaan,” katanya.
Menurutnya, dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 108 Tahun 2019 telah dijelaskan bahwa warga yang melakukan pindah datang harus memiliki alamat rumah tinggal tujuan. Apabila tidak memiliki, maka pindah datang bisa dilakukan dengan disertai pernyataan pemilik rumah bersedia menjadi penjamin.
“Siapa penjaminnya? pertama yang punya rumah, kedua yang mengizinkan titip alamat (kos). Maka harapan saya, bukan hanya menjaminkan alamat, tapi juga jaminkan bantuan lainnya,” ucapnya.
Ia menambahkan, kebijakan itu diterapkannya sebagai bentuk komitmen keberpihakan pemkot terhadap warga asli Surabaya. Termasuk pula untuk mengantisipasi warga yang baru pindah datang menjadi penduduk Surabaya dan ingin meminta bantuan pemkot.
“Kalau orang luar Surabaya yang belum setahun minta dibantu, terus wargaku yang tahunan gimana? Itulah hal-hal yang harus saya pikirkan. APBD yang saya dapat adalah pajak dari Kota Surabaya, yang bayar pajak ya orang Surabaya. Jadi muternya harus (untuk warga) Surabaya dulu, baru yang lain,” ujar Cak Eri.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu