NEW YORK - AUGUST 15: Traders works on the floor of the New York Stock Exchange (NYSE) August 15, 2008 in New York City. Stocks were up in morning trading on Wall Street as the strengthening U.S. dollar drove global commodity prices down. (Photo by Spencer Platt/Getty Images)

New York, Aktual.com – Saham-saham Wall Street melemah tajam pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), di tengah aksi jual luas yang didorong oleh kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS, memperdalam kekhawatiran atas inflasi yang berkepanjangan, dan negosiasi plafon utang yang kontroversial di Washington.

Indeks Dow Jones Industrial Average terpangkas 569,38 poin atau 1,63 persen, menjadi menetap di 34.299,99 poin. Indeks S&P 500 berkurang 90,48 poin atau 2,04 persen, menjadi berakhir di 4.352,63 poin. Indeks Komposit Nasdaq anjlok 423,29 poin atau 2,83 persen menjadi ditutup pada 14.546,68 poin.

Sepuluh dari 11 sektor utama S&P 500 berakhir di zona merah, dengan layanan teknologi dan komunikasi masing-masing merosot 2,98 persen dan 2,79 persen, memimpin kerugian. Sementara itu, sektor energi menguat 0,46 persen, merupakan satu-satunya kelompok yang memperoleh keuntungan.

Ketiga indeks utama saham AS turun hampir 2,0 persen atau lebih, dengan sektor teknologi yang sensitif suku bunga dan saham yang berdekatan dengan teknologi tertekan paling berat karena investor kehilangan selera risiko mereka.

Itu adalah persentase penurunan satu hari terbesar indeks S&P 500 sejak Mei, dan terbesar di Nasdaq sejak Maret. Indeks S&P 500 dan Komposit Nasdaq berada di jalur untuk penurunan bulanan terbesar sejak September 2020.

“Gambaran besarnya adalah lonjakan tiba-tiba imbal hasil pada minggu terakhir, yang telah menyebabkan mentalitas ‘jual dulu, ajukan pertanyaan nanti’,” Ryan Detrick, ahli strategi pasar senior di LPL Financial di Charlotte, North Carolina.

“(Tapi) ada banyak faktor yang membebani sentimen hari ini,” tambah Detrick. Bolak-balik di Washington dengan plafon utang dan rancangan undang-undang pengeluaran serta potensi pajak yang lebih tinggi telah membebani psikologis investor secara keseluruhan dan telah menyebabkan aksi jual yang cukup besar.

Indeks acuan juga menetapkan arah untuk kinerja kuartalan terlemahnya sejak pandemi COVID membuat ekonomi global bertekuk lutut.

Pelemahan merasuki sebagian besar kelas aset, termasuk emas, menunjukkan sentimen penghindaran risiko (risk-off) yang meluas.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS terus meningkat, dengan imbal hasil obligasi bertenor 10-tahun mencapai level tertinggi sejak Juni, karena ekspektasi inflasi memanas dan meningkatnya kekhawatiran bahwa Federal Reserve AS dapat mempersingkat waktunya untuk pengetatan kebijakan moneternya.

Menteri Keuangan Janet Yellen mengatakan dia memperkirakan inflasi akan berakhir pada 2021 mendekati 4,0 persen dan memperingatkan anggota parlemen kegagalan mereka untuk mencegah penutupan pemerintah ketika negara semakin dekat dengan kemampuan pinjamannya yang melelahkan dapat menyebabkan “kerusakan serius” pada ekonomi.

Partai Republik di Senat tampaknya akan menghentikan upaya Demokrat untuk memperpanjang otoritas pinjaman pemerintah dan menghindari potensi gagal bayar kredit AS.

Sebuah laporan Conference Board menunjukkan kepercayaan konsumen melemah secara tak terduga pada September ke level terendah sejak Februari.

Lonjakan imbal hasil obligasi telah mempercepat rotasi keluar dari saham-saham teknologi tinggi, dengan Microsoft Corp, Apple Inc, Amazon.com Inc dan Alphabet Inc komponen terbesar di S&P dan Nasdaq, jatuh antara 2,4 persen dan 3,6 persen.

Ford Motor Co adalah salah satu dari sedikit titik terang, menguat 1,1 persen di tengah berita bahwa mereka akan bergabung dengan mitra baterai Korea SK Innovation untuk menginvestasikan 11,4 miliar dolar AS untuk membangun pabrik perakitan moblil listrik F-150 ldan tiga pabrik baterai AS.

Volume transaksi di bursa AS mencapai 12,27 miliar saham, dibandingkan dengan rata-rata 10,37 miliar selama 20 hari perdagangan terakhir.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Nurman Abdul Rahman