Jakarta, aktual.com – Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Wamendes PDTT) Budi Arie Setiadi mengatakan desa harus dilindungi dari penyebaran penyakit COVID-19 saat arus mudik.
“Jadi selain desa harus dilindungi dari para pemudik. Beban desa juga harus di-‘manage’ (kelola) dengan jumlah yang rasional dan masuk akal. Mitigasi resiko harus akurat. Jangan biarkan desa menerima beban di luar kemampuannya. Jangan biarkan desa menanggung risiko,” kata Budi Arie dalam keterangan tertulis, Jakarta, Senin [06/4].
Wabah COVID-19 akan memasuki fase yang krusial khususnya saat Hari Raya Lebaran atau Idul Fitri di mana mudik berlangsung.
Mudik adalah peristiwa sosio-kultural yang sudah menjadi tradisi di Indonesia. Ini menjadi momentum untuk berkumpul dengan keluarga dan mempererat hubungan kekeluargaan. Masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kekeluargaan dan kekerabatan.
“Tapi menurut hemat kami terlalu berisiko membiarkan desa menerima arus mudik,” ujar Budi.
Seluruh desa memang sudah menyiapkan berbagai protokol untuk menerima para pemudik. Relawan desa sudah dibentuk dan bekerja untuk mengantisipasi penyebaran wabah COVID-19.
Namun, ketika arus mudik berlangsung, beban desa menjadi bertambah. Jika pada 2019 ada sekitar 20 juta pemudik dengan asumsi sebagian besar mudik ke Pulau Jawa, maka setiap desa di Jawa harus menanggung rata- rata 1.200- 1.300 pemudik di momen itu.
“Ini bukan soal siap atau tidak siap. Ini soal risiko yang harus menjadi beban desa,” tuturnya.
Jumlah desa di pulau Jawa di luar Jakarta berjumlah 15.470 desa, dengan rincian Banten 1.237 desa, Jawa Barat 5.311 desa, Jawa Tengah 7.808 desa, DI Yogyakarta 391 desa dan Jawa Timur 7.723 desa.
Artikel ini ditulis oleh:
Eko Priyanto