Wakil Menkeu Mardiasmo menjadi pembicara dalam sesi diskusi kedua Business Summit dalam rangkaian KTT IORA ke-20 tahun 2017 di Jakarta Convention Centre, Senayan, Jakarta, Senin (6/3). Diskusi tersebut mengangkat tema "Empowering Women in Business through Innovation, Digital Connectivity and Access to Finance". ANTARA FOTO/IORA SUMMIT 2017/Widodo S. Jusuf/pras/par/17.

Jakarta, Aktual.com – Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengakui dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 memang sangat besar mencapai Rp2.080 triliun. Dan APBN 2017 juga mencapai Rp2.095,7 triliun.

Namun sayangnya, kata dia, dana sebesar itu tak menciptakan perbaikan kehidupan bagi masyarakat miskin. Karena faktanya, masih banyak si miskin yang tak bisa menikmati kue pembangunan.

“Karena dari jumlah (APBN) yang banyak tadi, kok tidak nendang ya. Ternyata rakyat miskin masih banyak yang gigit jari,” keluh Wamenkeu di diskusi yang digelar Indef, Menuju Ketangguhan Ekonomi Indonesia, di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (4/4).

Untuk itu, kata Mardiasmo, pemerintah membutuhkan banyak masukan dari ekonom nasional seperti saat ini agar diketahui celah sektor mana saja yang perlu diperbaiki.

Sehingga ke depan, lanjut Mardiasmo, pemerintah di tahun depan tak akan menambah bahkan mengurangi belanja-belanja barang, melainkan menggenjot belanja infrastruktur. Hal itu dilakukan agar bisa berdampak langsung terhadap perekonomian masyarakat kecil.

“Iya perintah Pak Presiden Jokowi bahwa APBN 2018 untuk belanja barang akan flat ya, atau bahkan bisa kurang. Tapi semuanya akan dialihkan belanja infrastruktur yang langsung ada hasilnya,” tandas Ketua Umum Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) ini.

Oleh karena itu, dia melanjutkan, dalam rangka menyehatkan anggaran, pemerintah telah mengakselerasi dari aspek fiskal. Salah satunya melalui program pengampunan pajak (tax amnesty).

Ke depan, kata dia, pemerintah harus melakukan sinergi positif dengan banyak pihak, terutama dengan pemerintah daerah

“Bagi kami, kuncinya memang sinergi. Yaitu, koordinasi pusat dan daerah. Serta perlunya sinergi seluruh sektor moneter, fiskal, dan pelaku ekonomi lain,” pungkas dia.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan