Wakil Menteri Pertanian Sudaryono saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (26/11/2024). ANTARA/Mentari Dwi Gayati

Jakarta, Aktual.com – Wakil Menteri Pertanian Sudaryono mengatakan transformasi Bulog dari BUMN berstatus Perum menjadi badan otonom yang berada langsung di bawah Presiden Prabowo Subianto bertujuan sebagai penstabil harga.

Berdasarkan hasil rapat internal yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, Sudaryono mengatakan fungsi Bulog akan dikembalikan sebagai badan pemerintah untuk menjaga stok pangan dan kestabilan harga.

“Fungsi Bulog sebagai badan urusan logistik cadangan pangan kita. Jadi memang difungsikan ke sana, kemudian artinya lebih untuk kestabilan harga, menjaga stok pangan, dan seterusnya,” kata Sudaryono saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (26/11).

Sudaryono menjelaskan bahwa Bulog yang nantinya tidak lagi menjalankan tugas korporasi, akan menjadi badan dengan arahan langsung di bawah Presiden.

Menurut Wamentan, fungsi Bulog nantinya tidak hanya sebagai badan yang menyerap hasil panen petani, tetapi juga menyalurkan beras untuk masyarakat penerima bantuan, yang saat ini dijalankan melalui program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

Sebagai badan penstabil harga, Bulog memastikan bahwa cadangan pangan, terutama beras tetap aman, di mana saat panen raya, Bulog segera menyerap hasil panen, dan mendistribusikan ke pasar saat kebutuhan meningkat.

“Jadi Bulog itu sebagai penstabil harga. Dia yang menjadi satu lembaga yang kembali kepada tujuan awalnya sebagai badan urusan logistik. Untuk memastikan bahwa negara kita secara cadangan pangan akan aman, punya stoknya,” kata Sudaryono.

Hanya saja, Bulog sebagai badan otonom nantinya tidak harus mengambil keuntungan, seperti korporasi. Jika berstatus BUMN, Bulog tetap harus menjalankan program subsidi pemerintah melalui, “public service obligation” (PSO).

Namun saat menjadi badan otonom, Bulog tidak perlu menanggung biaya beban operasional dan tidak menjalankan kegiatan komersial, seperti penjualan beras.

“Saya kira sudah enggak relevan ke situ. Misalnya KPI-nya mesti untung kan, beda. Bernegara ini kan bukan untung dan rugi, tapi yang untung mesti rakyat. Nah itu yang paling utama,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Sandi Setyawan