Jakarta, Aktual.com – Wakil Presiden Jusuf Kalla, menerangkan bahwa Dana Operasional Menteri (DOM) dapat digunakan sesuai dengan diskresi (keputusan sendiri) menteri hingga sebanyak 80 persen.
“Ya memang DOM diperuntukkan untuk kepentingan operasi menteri. Menteri juga pribadi yang harus dijaga kepentingannya, contoh untuk hidup sehat menteri perlu olahraga, kalau tidak bagaimana bisa kerja sebagai menteri yang baik, perlu ke dokter, persahabatan, ‘entertain’ kawan-kawannya agar dapat berpartisipasi dalam tugas-tugas kementerian,” kata Jusuf Kalla dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (13/8).
Kalla menjadi saksi dalam sidang peninjauan kembali untuk Jero Wacik yang menjabat sebagai Menteri Pariwisata 2004-2011 dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2011-2014.
Jero Wacik pada 9 Februari 2016 oleh majelis hakim pengadilan Tipikor Jakarta divonis penjara 4 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan dan pidana uang pengganti sejumlah Rp5,073 miliar subsider 1 tahun kurungan karena terbukti menyalahgunakan Dana Operasional Menteri (DOM) dan menerima gratifikasi.
Putusan itu bahkan diperberat oleh putusan Mahkamah Agung ada 24 Oktober 2016 yang dipimpin oleh Hakim Agung Artidjo Alkostar sehingga divonis selama 8 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp5,073 miliar subsider 2 bulan kurungan.
“Jadi (penggunaan DOM) memang luas dan pemerintah mendesain DOM untuk kepentingan yang lebih luas sehingga di PMK No 268 tahun 2014 itu diskresi menteri yang bersangkutan, tidak diatur-atur dan tidak perlu dilaporkan karena peraturannya 2014, sidangnya 2015 jadi majelis bisa mempertimbangkan,” tambah Kalla.
PMK 268 tahun 2014 tentang tata cara pelaksanaan anggaran dana operasional menteri/pimpinan negara pada pasal 3 ayat 2 menyebutkan “Penggunaan Dana Operasional untuk Menteri/Pimpinan Lembaga didasarkan atas pertimbangan diskresi Menteri/Pimpinan Lembaga dengan ketentuan sebesar 80 persen diberikan secara lumpsum kepada Menteri/Pimpinan Lembaga; dan sebesar 20 persen untuk dukungan operasional lainnya.
PMK tersebut menggantikan peraturan sebelumnya yaitu PMK 3 tahun 2006.
“PMK No 3 tahun 2006 dicabut pada 31 Desember 2014 dan diganti PMK 268 tahun 2014. Setelah keluarnya PMK 268 tahun 2014, intinya penggunaan dana DOM bisa dilakukan secara diskresi dan lumpsum, 80 persen dipakai sesuai diskresi dan pelaporannya lumpsum (pembayaran sekaligus dalam satu waktu) sebanyak 80 persen,” jelas Kalla.
Kalla mencontohkan misalnya Jero mendapat DOM sebesar Rp100 juta, maka sebanyak Rp80 juta dapat digunakan menurut kepentingan Jero Wacik sendiri.
“Tapi kalau tidak dipakai harus dikembalikan, sedangkan kalau dipakai sesuai diskresi tidak dipersoalkan dan diberikan langsung, 80 persen dipegang terserah mau dipakai sesuai dinas untuk bekerja atau tidak terserah tidak perlu dipertanggungjawabkan lagi sedangkan 20 persennya dilaporkan seperti biasa,” tambah Kalla.
Dalam perkara ini, Jero dinyatakan terbukti dalam tiga dakwaan. dakwaan pertama, hakim menilai bahwa DOM yang disalahgunakan hanyalah DOM yang digunakan untuk kepentingan keluarga Jero yaitu senilai total Rp1,071 miliar. Jumlah itu berbeda dengan keyakinan JPU KPK yang menilai ada penyelewengan sebesar Rp7,33 miliar oleh Jero dan Rp1,071 miliar oleh keluarganya selama menjabat sebagai Menbudpar pada 2008-2011.
Selanjutnya dalam dakwaan kedua, hakim hanya menilai bahwa selama menjadi Menteri ESDM pada November 2011 hingga Februari 2013, Jero mengambil DOM lebih dari peruntukkannya yaitu hingga Rp3,3 miliar.
Sedangkan dalam dakwaan ketiga, Jero dinilai terbukti menerima Rp349 juta dari komisaris utama grup perusahaan PT Trinergi Mandiri Internasional yang juga Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Pertambangan Kamar Dagang dan Industri Indonesia Herman Afif Kusumo untuk membayari perayaan ulang tahunnya pada 24 April 2012 di Hotel Dharmawangsa.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: