Jakarta, Aktual.com — Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan perdagangan bebas seperti Trans Pasific Partnership (TPP) dan Free Trade Area (FTA) yang banyak digaungkan dalam perjanjian bilateral dan regional sebenarnya juga dapat menimbulkan monopoli.
“Perdagangan bebas itu sendiri juga dapat menimbulkan monopoli,” kata Jusuf Kalla dalam acara penandatanganan MoU antara KPPU dan Kadin di kantor Wapres, Jakarta, Selasa (3/11).
Dengan demikian, menurut Kalla, monopoli juga dapat timbul tidak hanya dari iklim perpolitikan yang otoriter tetapi juga dalam bentuk perdagangan bebas.
Wapres berpendapat bahwa efisiensi dalam perekonomian nasional bukan saja karena pengembangan persaingan usaha yang sehat tetapi ada faktor lain yang perlu diperhitungkan seperti infrastruktur dan birokrasi.
Untuk itu, ujar dia, tugas pemerintah dalam membenahi infrastruktur serta memperbaiki birokrasi yang panjang dan meruwetkan.
Kalla menginginkan agar terciptanya “free and fair trade” (perdagangan yang bebas tetapi juga adil) sehingga perusahaan-perusahaan yang besar tidak “memakan” perusahaan-perusahaan yang kecil tetapi dapat hidup berdampingan secara bersama-sama.
Apalagi, lanjutnya,selaras dengan konstitusi maka secara jelas perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan gotong royong.
Sebelumnya, LSM Indonesia for Global Justice menyatakan paham liberalisasi perekonomian telah mengganggu stabilitas harga pangan nasional sehingga pemerintah seharusnya menjauhi paham tersebut.
“Liberalisasi pasar yang terjadi dalam era ekonomi abad 21 ini telah menghilangkan kontrol negara atas sistem pangan yang berdaulat,” kata Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice Riza Damanik di Jakarta, Selasa (13/10).
Menurut dia, era liberalisasi pangan dan pertanian dimulai sejak berlakunya perjanjian WTO yang mendorong pembukaan pasar pertanian melalui penghapusan tarif dan melarang negara untuk membuat kebijakan pangan dan pertanian yang berdampak terhadap distorsi harga pangan global.
Padahal, ia mengingatkan bahwa hampir di sepanjang tahun 2015, persoalan mengenai stabilitas harga pangan terus mewarnai media di Indonesia.
Kondisi pelemahan ekonomi global yang ditunjukan melalui penurunan harga komoditas di pasar global, lanjutnya, memiliki dampak sensitif terhadap stabilitas harga pangan nasional.
“Paket deregulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah nampaknya belum mampu menjawab persoalan itu, bahkan semakin melonggarkan ketentuan impor yang akhirnya banjir impor pangan pun tetap tak terbendung,” katanya.
Dia menyimpulkan bahwa selama sistem pangan nasional terintegrasi ke dalam pasar global yang terus mengalami ketidakpastian, maka selama itu pula persoalan pangan akan terus terjadi.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan