Banyuwangi, Aktual.com – Masyarakat Desa Olehsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (24/7), mulai menggelar ritual tari Seblang, sebagai ungkapan rasa syukur atas keselamatan desa kepada leluhur.
Prosesi ritual adat di Desa Olehsari, Kecamatan Glagah itu, akan digelar selama tujuh hari berturut-turut hingga 30 Juli 2015. Setiap harinya ritual itu dimulai pukul 14.00 WIB dan berakhir saat matahari tenggelam.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Banyuwangi M.Y. Bramuda mengatakan ritual yang bertujuan untuk ungkapan terima kasih dan memohon keselamatan itu, berlangsung sakral dan magis.
Tradisi itu telah digelar secara turun-menurun di Banyuwangi, khususnya di kalangan masyarakat Using sebagai suku asli Banyuwangi.
Ia menjelaskan prosesi diawali dengan seorang pawang yang membawa penari ke panggung pertunjukan untuk memasang mahkota berupa omprok yang dihiasi janur kuning dan beberapa macam bunga segar di atasnya.
Setelah itu pawang membacakan mantra untuk memasukkan roh Sang Hyang ke dalam tubuh sang penari.
Pada 2015, penari Seblang jatuh kepada gadis muda Fidyah Yuliaty. Fidyah yang memiliki garis keturunan penari Seblang adalah pelajar kelas 3 SDN 1 Glagah. Penari Seblang bukanlah penari biasa. Yang bisa membawakan tarian ini hanyalah gadis muda yang memiliki “darah” Seblang dari penari-penari sebelumnya.
“Di Banyuwangi tradisi Seblang ada dua, yaitu Seblang Olehsari dan Seblang Bakungan. Tradisi Seblang Olehsari digelar di bulan Syawal dan dibawakan oleh gadis muda. Sementara Seblang Bakungan digelar di setiap bulan Dzulhijjah setelah Idul Adha, penarinya adalah Seblang tua yang sudah menopause,” kata Bramuda.
Untuk menarikan Seblang, seorang penari harus dalam kondisi “dirasuki” roh dari leluhur. Proses masuknya roh diiringi 28 lantunan gending, yang diawali Gending Lukinto. Gending itu dipercaya oleh masyarakat Olehsari sebagai pemanggil arwah atau suatu kekuatan halus untuk datang ke ritual Seblang.
Untuk membuktikan roh sudah masuk dalam tubuh penari, pawang cukup menggoyangkan tubuh penari ke kanan dan ke kiri. Apabila nyiru (wadah) kosong yang dipegang penari jatuh dan badan penarinya terjungkal ke belakang, maka penari sudah dalam kondisi ekstase.
Selanjutnya, pertunjukan diteruskan dengan lantunan gending-gending khas Suku Using lainnya, seperti Gending Liliro Kantun, Cengkir Gadhing, Padha Nonton Pupuse, Padha Nonton Pundak Sempal, Kembang Menur, Kembang Gadung, Kembang Pepe, dan Kembang Dermo.
Pada saat Gending Kembang Dermo dibawakan, penari Seblang membawa wadah yang berisi bunga yang bernama Bunga Dermo.
Pada hari ketujuh, Seblang akan diarak keliling desa yang disebut ider bumi. Dia akan berjalan beriringan bersama pawang, sinden, dan seluruh perangkat menuju empat penjuru.
Penjuru tersebut adalah Situs Mbah Ketut yang dianggap awal berdirinya Desa Olehsari, lahan Petahunan, Sumber Tengah, dan berakhir di Balai Desa. Prosesi itu mengakhiri ritual Seblang Olehsari.
Meski digelar setiap tahun, daya pikat ritual Seblang Olehsari cukup tinggi. Ribuan masyarakat tampak hadir menyaksikan salah satu tradisi adat Suku Using itu. Meski sinar matahari terik, masyarakat dan wisatawan berbaur menikmati tarian magis tersebut.
“Kami senantiasa mendukung pelestarian tradisi dan kearifan lokal masyarakat. Banyuwangi tumbuh dengan seni-budayanya yang kuat,” ujar Bramuda.
Artikel ini ditulis oleh: