Sebelumnya warga Bukit Duri yang berada di bantaran kali Ciliwung RT 11,12,15, RW 10, Keluarahan Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, menolak pembongkaran rumah dan bangunan karena masih proses hukum yang sedang berlangsung. Ini karena Surat Perintah Bongkar (SPB) yang menjadi dasar menggusur sedang disengketakan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Selain itu, warga juga menilai bahwa Pemprov DKI sudah tidak lagi mendengarkan suara rakyat dengan mengabaikan permohonan DPRD untuk melakukan penundaan dalam kasus ini.

Jakarta, Aktual.com — Puluhan warga Bukit Duri merasa kecewa di sidang perdana gugatan class action di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (7/6).

Alhasil, permintaan putusan sela agar penggusuran ditunda pun tak didengarkan langsung oleh para tergugat yakni Kementerian PUPR, Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BWSCC), Gubernur DKI Jakarta, Walikota Jakarta Selatan dan jajarannya.

“Sebaiknya hadir (pemerintah), karena gugatan ini resmi. Seharusnya sebagai pelayan masyarakat harus menunjukkan contoh demokrasi,” ujar salah satu tokoh masyarakat Bukit Duri, Sandyawan Sumardi (Romo Sandi) usai persidangan, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (7/6).

Dijelaskan, warga meminta kepada hakim untuk menerima tuntutan warga, yakni putusan sela agar pemerintah segera menunda rencana penggusuran seluas 17.067 M² atau 440 rumah di wilayah Bukit Duri.

“Kami minta pada hakim untuk mengeluarkan putusan sela agar penggusuran ditunda. Tapi, hakim tak bisa berikan putusan sela karena tak mendengar keterangan tergugat,” sambungnya.

Sandi menambahkan, ada sembilan pelanggaran yang dilakukan Pemprov DKI dalam menjalankan rencana normalisasi Sungai Ciliwung itu

Pertama ialah, sudah tidak berlakunya lagi proyek normalisasi Bukit Duri sesuai UU no 2/2012. Kedua, Ahok dinilai melawan kesepakatan antara Jokowi dan warga saat Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta sebelum digantikan Ahok.

Kemudian, Ahok dinilai menolak untuk mengganti rugi kerugian yang diderita warga terdampak. Empat, Walikota Jakarta Selatan tidak menerapkan Perda no 5/2007. Kelima, gubernur harus bertanggung jawab atas tindakan aparatnya yang telah menganiaya seorang pengacara publik dari LBH Jakarta, Alldo Fellix Januardi yang menjadi kuasa hukum warga Bukit Duri. Enam, Ahok melakukan penggusuran tanpa ada perencanaan.

Lalu ketujuh, Ahok dinilai tidak transparan dalam melaksanakan proyek dan nilai ganti rugi yang sudah disiapkan oleh APBD. Delapan, Ahok tidak pernah membuat penetapan wilayah lokasi Bukit Duri sebagai wilayah terdampak. Terakhir, tanah kelahiran warga dirampas untuk dijadikan jalan inspeksi.

Artikel ini ditulis oleh: