Boyolali, Aktual.com – Warga lereng Gunung Merapi tepatnya di Desa Sruni Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah sejak awal Juli hingga sekarang mulai terjadi kelangkaan air bersih dampak musim kemarau tahun ini.

Informasi yang dihimpun, Rabu (18/7), warga Desa Sruni Boyolali yang mampu dapat membeli air bersih setiap tangki isi 5.000 liter seharga Rp120 ribu hingga Rp130 ribu, sedangkan mereka yang tidak mampu harus mencari atau mengambil air layak untuk dikonsumsi ke Sungai Nggares yang jaraknya sekitar dua kilometer dari pemukiman.

Sri Murah (35) salah satu warga Dukuh Banjarsari Desa Sruni Boyolali mengatakan dirinya bersama lima anggota keluarga setiap hari harus mengambil air untuk kebutuhan masak dan minum rata-rata dua kali dengan jerigen isi 40 liter. Menurut Sri Murah di daerah Sruni memang ada satu-satunya sumber air di dasar Kali Nggares yang belik yang airnya tidak pernah kering. Namun, volume air pada musik kemarau saat ini, hanya sedikit keluarnya sehingga tidak mampu mememuhi kebutuhan warga.

“Warga sekarang sudah banyak memiliki bak untik menampung air, sehingga mereka yang ada uang bisa membeli air bersih dengan tangki untuk stok kebutuhan sehari-hari,” kata Sri Murah.

Menurut dia, dirinya jika mengambil air ke Kali Nggares tersebut cukup jauh jaraknya yakni sekitar dua kilometer dari rumahnya, danm harus menuruni tebing cukup curam, tetapi bagaimana lagi untuk kebutuhan masak dan minum saja.

Sarjono (36) warga RT 07 RW 05 Magersari Desa Sruni mengatakan rumahnya cukup jauh dari sumber air Kali Nggares yang sekarang mengeluarkan airnya sedikit, sehingga untuk kebutuhan air harus membeli air tangki dengan harga Rp130 ribu sekali kirim.

“Air itu, untuk kebutuhan sehari-hari dan minum ternak sapinya ada empat ekor,” kata Sarjono.

Menurut dia, air satu tangki isi 5.000 liter tersebut dapat bertahan hingga satu minggu, jika air hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga saja bisa satu bulan per tangki.

“Warga memang pernah mencoba membuat sumur dalam untuk mengatasi kekeringan di Sruni, tetapi ketika itu, gagal tidak keluar airnya, padahal kedalamannya sudah lebih dari 50 meter,” katanya.

Bahkan, warga lian di desa yang sama, Supar (42) yang memiliki enam ekor ternak sapi dapat menghabiskan air enam tangki selama tiga minggu. Air justru kebanyakan untuk kebutuhan ternaknya.

Camat Musuk Dwi Sundarto mengatakan memang 15 dari 20 desa di wilayahnya dipetakan daerah rawan bencana kekeringan setiap musim kemarau tiba. Biasanya puncak kemarua mulai Agustus hingga September medatang.

“Agustus biasanya intensitas warga membutuhkan air bersih mulia tinggi. Mereka dapat mengajukan bantuan air bersih melalui Kecamatan,” kata dwi didampingi Dariyatun staf bagian Kesra.

Menurut dia, daerah yang rawan kekurangan air bersih di Kecamatan Musuk antara lain, Desa Sruni, Mriyan, Sangup, Lanjaran, Karangkendel, Keposong, Pager Jurang, Cluntang, Karanganyar, Musur, Jenowo, Grigan Lampar, dan Sukorejo. Namun, warga yang sudah mengajukan bantuan air bersih ke Kecamatan baru Jenowo. Biasanya setiap droping air bersih dengan tangki diberikan kepada warga satu RT atau RW.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: