Jayapura, Aktual.com – Aktivis Papua, Arkilaus Baho menilai selama 48 tahun perusahaan tambang tembaga dan emas terbesar di dunia, Freeport Indonesia belum memajukan dan mensejahterahkan rakyat Papua.
“Padahal tiap harinya 12 juta dolar AS (data 2011) dihasilkan dari pengelolaan hasil bumi Cenderawasih. Bila hasil itu dipakai untuk beli obat diare dan demam, justru anak-anak generasi Papua tidak sekarat seperti yang terjadi di Mbua, Kabupaten Nduga,” katanya di Jayapura, Papua, Jumat (27/11).
Pernyataan ini disampaikan Arkilaus Baho karena keprihatinannya soal 41 anak-anak di Nduga yang dikabarkan mati karena penyakit yang belum terdeteksi pada awal dan tengah November ini.
Menurut dia, dunia mengenal Freeport sebagai ‘monster-nya’ Gunung Nemangkawi, tetapi dunia buta akan nasib yang dialami penduduk Papua di pedalaman.
Sementara negosiasi utama dari Freeport Suplur kala itu dengan rezim Orba adalah perusahaan hadir untuk menopang pembangunan di negeri ini.
“Nyatanya, Freeport yang berpusat di Amerika (FCX) penyokong 15 persen dari total APBN Amerika. Freeport Papua sebagai penyumbang terbesar kepada laba FCX dari hasil batu bara,” katanya.
Ia mengatakan keuntungan ekonomislah yang menjadi tujuan utama para pemburu rente emas dan tembaga.
Dia menambahkan watak sejati birokrat neoliberal di Papua dan Indonesia, sibuk memburu rente dari hasil eksploitasi. Kepentingan perusahaan lebih mulia dilayani ketimbang penderitaan masyarakat lokal.
“Ditambah pejabat neolib dari pusat hingga daerah cenderung melimpahkan wewenangnya kepada pemodal yang datang. Kesejahteraan rakyat diurus perusahaan melalui CSR, kesehatan masyarakat diurus melalui dana utang luar negeri dari Bank Dunia, IMF atau negara pendonor lainnya,” katanya.
Akibatnya, kata dia mulai dari atas hingga ke bawah, pejabat negara seakan seperti tim pemadam kebakaran yang mau terjun bila ada kasus, kalau tidak ada, mereka santai saja dengan mobil plat merah, duduk di sofa mewah, tur kemana saja seenaknya.
“Indonesia adalah negara hukum kesejahteraan (welfare state). Pemerintah dan pemerintah daerah diberi mandat untuk sejahterakan rakyat, sembuhkan rakyat bila ada yang sakit. Memberi makan kepada janda dan fakir miskin,” katanya.
Dengan demikian, bila rakya lapar, sakit, miskin dan seterusnya, pemerintah wajib bertanggungjawab. Pemerintah pusat (Presiden) harus tegas untuk tidak melanjutkan konsensi Freeport lagi, sebab puluhan tahun lamanya, perusahaan tembaga tersebut beroperasi, tidak ada manfaat yang didapat orang Papua.
Artikel ini ditulis oleh: