Dalam mengajukan somasi tersebut Rohayani berusaha dengan menggandeng advokat senior Todung Mulya Lubis dan Azas Tigor Nainggolan dari Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau Indonesia. Todung, kita tahu, saat ini tengah menjabat sebagai duta besar RI di Norwegia merangkap Islandia.
Dihubungi terpisah, Sugeng Prayoga Alhabs, koordinator Pusat Studi Kebijakan Tembakau (PSKT) terang-terangan mempertanyakan turun gunungnya Todung Mulya Lubis dalam kasus ini. Penyebabnya, tentu terkait posisi Todung sebagai pejabat negara.
”Sebagai pejabat negara selevel duta besar seharusnya Todung nonaktif beracara, sesuai peraturan yang berlaku. Secara etika kenegaraan, Dubes Todung jelas telah memberikan contoh yang tidak baik, sekaligus ironi dari seseorang yang seharusnya sangat mengerti hukum,” cetusnya.
Menurut Sugeng, wajar jika saat ini muncul pertanyaan besar di publik, kenapa Dubes Todung mengutamakan profesi lamanya sebagai pengacara untuk menuntut perusahaan rokok dan mengenyampingkan jabatan barunya sebagai duta besar yang lebih prestisius? ”Untuk tokoh intelektual sekelas Todung Mulya Lubis, patut diduga ada agenda politik besar di dalamnya,” ujarnya.
Apalagi, lanjut Sugeng, yang menjadi sasaran somasi Todung adalah dua perusahaan rokok yang masih dimiliki oleh pengusaha dalam negeri, yakni Gudang Garam dan Djarum. Pemilik Gudang Garam adalah konglomerat Susilo Wonowidjojo, sedangkan pemilik Djarum adalah Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid