Medan, Aktual.com – Bisnis budidaya belut ternyata menyimpan potensi bisnis yang menggiurkan. Tidak hanya dilirik pasar lokal, negara-negara tetangga pun butuh pasokan belut dengan jumlah besar dari Indonesia. Misal, Singapura, Jepang, Amerika yang banyak konsumsi belut.
Salah satu pasokan, datang dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Sayangnya, hingga kini di Kabupaten Tapanuli Tengah belum ada budidaya belut. Warga masih mengandalkan mencari tangkapan di alam menggunakan alat sederhana.
Seperti yang disampaikan David, seorang pencari belut tradisional di sana. Saat ditemui Aktual.com, selama ini warga hanya mengandalkan hasil tangkapan. Meskipun diakuinya harga belut cukup tinggi dan bisa menjadi matapencaharian warga, namun hingga kini dia masih berharap bisa dikembangkan budidaya yang berkelanjutan.
“Kalau membudidayakan belum. Kita masih mencari saja di alam,” kata David, Selasa (6/10).
David, mewakili warga Tapanuli Tengah berharap ada dukungan dari berbagai pihak untuk pengembangan budidaya belut. Misal dari pemerintah ataupun swasta.
Diakuinya, keterbatasan akses informasi membuat warga kesulitan mencari dukungan berbagai pihak untuk pengembangan budidaya belut.
Padahal kalau ada yang bisa membantu, kata dia, warga bakal menyambut dengan tangan terbuka. “Karena kita juga sadar, mengandalkan pencarian di alam tentu tidak selamanya ada. Tapi ya begitulah bang, kita ngga tau kita mau cari info kemana,” keluh David.
Keluhan lain disampaikan David. Saat ini untuk harga belut hasil tangkapan mereka meski cukup lumayan, namun masih tergantung dari harga yang ditentukan pihak penampung saja.
“Yang dibuat asal-asal saja sama mereka (penampung), ya berapa mereka buat (harganya) ya terpaksalah segitu kami jual. Padahal kami dengar-dengar harganya bisa lebih dari yang mereka sebut, tapi ya mau bagaimana lagi,” ujar dia.
Dalam sehari, kata dia, kadang bisa menjaring belum enam sampai tujuh kilo untuk pemasangan 15 perangkap yang disebar di rawa-rawa. Penangkap belut biasanya mengumpulkan hasil tangkapan seminggu hingga dua minggu sebelum dijual ke penampung lokal.
“Seminggu bisa mengumpul hingga 50 kilogram, dan sekali jual. Ya dikalikan aja paling rendah harganya Rp25 ribu, dalam seminggu bisa dapat Rp1juta lah,” ujar dia.
Artikel ini ditulis oleh: