Jakarta, Aktual.com – Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi proses revisi Undang-undang Pemilu jangan lagi mengalami keterlambatan seperti Undang-undang 7 tahun 2017 yang dipakai sebagai regulasi Pemilu 2019.
“Penyusunan RUU pemilu hari ini harus lebih cepat dan harus lebih awal dibanding tahun-tahun sebelumnya,” Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi, dalam bedah buku karyanya Pemilu Serentak 2019: Catatan pengalaman di Indonesia di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, revisi undang-undang pemilu yang akhirnya menjadi UU Nomor 7 Tahun 2017 tersebut terlambat sejak penyiapan draf rancangan dari pemerintah hingga terlambat proses pembahasannya di DPR.
Seharusnya Undang-undang Pemilu kata Achmad Baidowi, disahkan dua tahun sebelum hari pemilihan umum, namun dua tahun sebelum Pemilu 2019 RUU pemilu masih dalam tahap pembahasan.
“Keterlambatan pengesahan RUU ini menyebabkan persiapan-persiapan teknis di lapangan mengalami banyak kendala, padahal pada 2019 pertama kali pemilu digelar secara serentak,” katanya.
Oleh karena itu, menurut dia, persoalan keterlambatan revisi undang-undang pemilu kali ini hendaknya tidak terulang lagi, sehingga Pemilihan umum 2024 tidak harus mengalami kendala yang sama seperti yang dirasakan pada 2019.
“Belum lagi konten RUU-nya (pada 2017 lalu) yang digugat ke Mahkamah Konstitusi (hal itu mengakibatkan keterlambatan dan menjadi kendala bagi KPU dalam menyiapkan pemilu) dan itu harus menjadi catatan kita bersama dalam penyusunan RUU,” ujarnya.
Pada bedah buku tersebut, Achmad Baidowi tidak hanya menjelaskan persoalan RUU pemilu saja, tapi juga beberapa permasalahan yang dihadapi dalam Pemilu 2019.
Contohnya, tentang daftar pemilih, cocktail effect atau efek ekor jas yang ternyata tidak dirasakan dalam penyelenggaraan pemilu serentak, sistem yang rumit dan menyulitkan peserta, masyarakat lebih mudah terpapar hoaks akibat kampanye-kampanye kurang produktif, serta dampak negatif digabungnya pemilu legislatif dan presiden.(Antara)