Manado, Aktual.com — Dalam pertarungan pemilihan Kepala Daerah serentak pada 9 Desember 2015 mendatang, banyak strategi dimainkan oleh para pasangan calon.

Salah satunya di provinsi Sulawesi Utara. Berdasarkan pantauan Lembaga Pemilih Indonesia (LPI), muncul sekumpulan orang berjubah putih yang bertugas menebarkan selebaran berisikan himbauan kepada umat agama tertentu agar tidak memilih kandidat yang berasal dari agama berbeda.

Nampak isu SARA mau dimainkan di Sulawesi Utara yang selama ini dikenal damai dan toleran, sebagai upaya untuk mendongkrak dukungan terhadap pasangan tertentu. Seperti kita ketahui, dari total 2,3 juta penduduk Sulawesi Utara, ada 1,44 juta pemeluk beragama Kristen Protestan, 702.000 memeluk agama Islam, 99.980 Katolik, 13,133 Hindu, 3,076 Budha, dan 511 Konghucu.

Ketua Media Center Olly Dondokambey – Steven Kandow, Viktor Rarung membenarkan hal tersebut.

“Kami temukan dalam sebulan terakhir, banyak selebaran yang berisikan kampanye hitam dan menyudutkan pasangan calon Olly-Steven. Kami menduga, kelompok yang menebar fitnah ini ingin merusak toleransi di Sulawesi Utara dengan memakai isu agama,” tegas ia kepada wartawan, baru-baru ini.

Sementara itu, Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens yang meneliti dinamika pilkada di sejumlah daerah menyatakan hal senada.

“Dalam pantauan kami, isu SARA muncul dalam pilkada Sulut sejak pertengahan November 2015. Ini bahaya yang serius. Menteri Dalam Negeri harus merespons situasi ini karena Manado ada pada jarak yang tidak jauh dari Poso dan Ambon. Yang kita takutkan, para pemain di Poso dan Ambon yang selama ini sukses merekayasa konflik SARA, ikut merancang hal serupa di Sulawesi Utara”, tegas Boni Hargens yang juga dikenal sebagai pengamat politik.

Lembaga pemilih Indonesia menemukan adanya selebaran yang menghimbau umat agama tertentu untuk menolak salah satu pasangan calon dengan alasan yang menghasut. Misalnya, pasangan calon tertentu dituduh akan memusuhi agama minoritas apabila terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur.

“Isu seperti ini tidak sehat dalam demokrasi kita hari ini,” lanjut Boni menambahkan.

Sementara itu, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalis Pigay menegaskan, bahwa isu SARA adalah mainan para pecundang yang tidak dewasa dalam berdemokrasi.

“Kita mengutuki permainan para pecundang dalam pilkada yang memanfaatkan isu SARA sebagai alat politik. Kami dengar, hal itu sekarang terjadi di Sulawesi Utara, berdasarkan informasi dari sejumlah rekan yang memantau pilkada di sana. Kalau itu benar, Komnas HAM menghimbau agar Bawaslu dan Kepolisian lebih serius dan tegas dalam mengawasi pelaksaan pilkada. Tidak hanya di Sulut. Di semua daerah, petugas harus sensitif dan serius menanggapi situasi yang ada,” tegas Natalis di Jakarta.

Bekas Juru Bicara (Jubir) Presiden Abdurahman Wahid dan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih, Adie Massardie menyesali situasi tersebut.

“Hari gini masih permainkan isu SARA itu sudah kurang ajar. Pelakunya harus ditangkap dan dijerat dengan pasal tindak pidana terorisme. Karena menebar benih konflik SARA tidak bedanya dengan perilaku teroris. Kepolisian harus bertindak setegas-tegasnya,” demikian kata Adie Massardie yang belakangan sibuk mendukung gagasan ‘Revolusi Mental’ Presiden RI Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Artikel ini ditulis oleh: